Search Results
165 results found with an empty search
- Si Bocil Antusias Lihat Tugu Monas Menjulang Tinggi
MUMPUNG anak dan istri lagi main beberapa hari di Jakarta, mari kita gasken ke tempat-tempat ikonis ibu kota. Biar anak mengenal kota Jakarta dan biar gak bosen juga di kosan mulu. Yuk, kita main ke Monas! Begitu sampai di Jakarta, dalam perjalanan dari Stasiun Senen ke kosan di Kebayoran Lama, si bocil sangat antusias saat melihat tugu yang menjulang tinggi dengan ujung runcing berwarna emas. Itu Monas, Nak. Nanti kita main ke situ, ya. Si bocil girang mendengarnya. Hari ini kami menunaikan janji itu. Kami jalan-jalan ke Monas, Monumen Nasional. Jarak kosan kami ke Monas tidak jauh. Cuma sekitar 30 menitan. Itu pun sudah termasuk macet-macetannya. Kami memarkir motor di parkiran IRTI Monas. Masuk kawasan Monas gak perlu bayar, gratis. Pengunjung baru dikenai biaya tiket jika ingin naik ke puncak tugu. Sayangnya, dalam dua sampai tiga kali kesempatan ke Monas, kami belum kesampean mengajak si bocil naik ke puncak Tugu Monas karena kehabisan waktu dan antrean yang sangat panjang. Jadi, kami hanya main-main di area Monas yang gak perlu antre seperti di pelataran bawah dan museum. Kami juga menyusuri area taman dan menengok patung-patung yang ada di sana. Misalnya, patung Ikada, patung MH Thamrin, patung RA Kartini, dan patung Chairil Anwar. (*)
- Mencoba Susur Sungai di Taman Prestasi Surabaya
ADA sedikit urusan yang membuat saya harus pergi ke Surabaya. Saya ngajak istri dan anak. Sekalian jalan-jalan dan mencari buku cerita untuk anak. Setelah semua urusan beres, kami mencari tempat yang cocok buat anak-anak main. Taman Prestasi pas dan ramah anak. Namun, sebelum meluncur ke Taman Prestasi, kami mampir ke Toko Buku Togamas di Jalan Diponegoro. Si bocil belanja beberapa buku cerita. Setelah itu, kami gas ke Taman Prestasi di Jalan Ketabang Kali Nomor 6, Ketabang, Surabaya. Taman ini jadi salah satu tempat jujukan favorit masyarakat, terutama untuk keluarga. Anak-anak bisa mencoba berbagai wahana permainan seperti ayunan, jungkat-jungkit, dan perosotan. Taman akan terlihat lebih indah saat sore. Saat lampu-lampu mulai menyala. Begitu, malam tiba, keindahannya semakin terasa. Pendar lampu yang jatuh di permukaan Kalimas di samping taman menambah kesempurnaan pengalaman. Selain area permainan untuk anak, pengelola juga menyediakan wisata menantang berupa susur sungai Kalimas yang dibuka mulai sore hari. Pengunjung bisa membeli tiket untuk naik perahu dan menikmati pengalaman yang berbeda. (*)
- Menangkap Garis Samudra Hindia dari Sagara View of Karangbolong
KABUPATEN Kebumen memiliki garis pantai yang menawan. Banyak sekali wisata pantai di kota yang dijuluki Kota Seribu Pesona ini. Julukan itu disematkan karena Kebumen memiliki kekayaan alam dan keindahan pantainya. Baru-baru ini, Kebumen memiliki tempat wisata baru yang masih ada bau-bau pantainya. Namanya Sagara View of Karangbolong. Di destinasi ini, wisatawan diajak naik ke ketinggian bukit untuk disuguhi panorama laut lepas Samudra Hindia yang spektakuler. Ada juga berbagai fasilitas modern yang Instagramable. Konsep utama Sagara View berupa tempat untuk bersantai dan berekreasi yang dipadukan dengan keindahan tebing selatan Jawa dengan fasilitas buatan yang menarik. Daya tarik utamanya adalah pemandangan laut selatan yang terhampar luas. Dari atas bukit ini, di berbagai deck pandang seperti Bukit Samudra dan Bukit Hud, kita bisa melihat gelombang Samudra Hindia yang biru kehijauan, garis pantai Kebumen, hingga perbukitan hijau di sekitarnya. Jika beruntung langit cerah, bukit ini menjadi tempat yang sempurna untuk menikmati sunrise dan sunset. Selain memanjakan orang dewasa dengan view yang menawan, Sagara View juga dilengkapi dengan banyak area bermain. Baik permainan yang aman untuk anak-anak hingga wahana yang memacu adrenalin bagi usia tertentu. Jika Anda tidak mau pulang, pengelola menyediakan pilihan tempat untuk menginap seperti Sagara Hotel dan Sagara Glamping. Menginap di bukit ini akan menjadi pengalaman yang mewah. Sagara View berada d Desa Karangtengah, Karangbolong, Kebumen, Jawa Tengah. Untuk mencapai puncak bukit ini, pengunjung harus memarkir kendaraan di bawah dekat pintu masuk sekaligus loket tiket. Pengunjung kemudian diangkut dengan mobil khusus untuk bisa merasakan pengalaman yang tak akan terlupakan di puncak Sagara View of Karangbolong. (*)
- Pantai Surumanis, Bentang Laut-Bukit Terindah di Mata Saya
WOW . Begitulah ekspresi saya ketika sampai di Pantai Surumanis, Kebumen. Lanskap pantai biru yang diapit perbukitan hijau. Perpaduan yang romantis. Pantai Surumanis adalah salah satu pantai tersembunyi yang belum banyak dikunjungi oleh wisatawan. Pantai ini dikelilingi tebing karang dan hamparan pasir hitam yang luas. Daya tarik Pantai Surumanis tidak hanya terletak pada panorama laut yang luas, tetapi juga pada keberadaan air terjun kecil yang mengalir langsung ke laut serta spot-spot foto menarik yang cocok bagi para pecinta fotografi. Di pinggir pantai, wisatawan bisa bermain pasir dengan leluasa karena areanya sangat luas. Bahkan, ada juga sekelompok remaja yang asyik bermain sepak bola. Kita juga bisa melihat view pantai di lokasi yang berbeda. Yaitu dari jembatan semen yang dibangun menempel di tebing-tebing dekat pantai. Jika lelah keliling pantai, kita bisa duduk-duduk di sisi tebing yang melindungi kita dari sinar matahari. Atau bisa juga menyewa bangku panjang lengkap dengan payung jumbo di area pasir dekat pantai. Pantai Surumanis terbilang sangat lengkap dibanding banyak pantai lain di Kebumen. Pantai ini menyediakan area camping ground yang cukup luas di area perbukitan. Jika mau yang simpel, ada juga penginapan berkonsep rumah panggung di dekat area camping ground. Pantai Surumanis terletak di Desa Pasir, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Pantai ini berjarak sekitar 38–40 km dari pusat Kota Kebumen dengan waktu tempuh sekitar 1 jam dengan menggunakan kendaraan pribadi. Akses ke pantai ini cukup menantang. Kita akan melewati jalan berkelok-kelok menanjak. Semakin mendekati pantai, jalurnya semakin ekstrem. Untuk mencapai area parkir, kita harus melalui jalan turunan yang sangat tajam. Pastikan kendaraan prima saat berencana mengunjungi pantai ini ya. (*)
- Ngopi di Bangunan Bersejarah Kebumen
SAYA tidak menyangka Martha Tilaar yang namanya kondang dalam usaha kosmetik serta jamu terkenal itu adalah orang Kebumen, Jawa Tengah. Itu saya tahu setelah saudara istri saya, yang juga orang Kebumen, nyeletuk ’’ke Museum Martha Tilaar aja’’ saat kami sedang mencari tempat yang enak buat nongkrong. Di museum atau Rumah Martha Tilaar itu memang ada kafe yang bagus. Namanya Gombong Huis Kafe. Posisinya persis di samping Rumah Martha Tilaar. Hanya terpisah jalan sempit penghubung halaman depan dengan pekarangan belakang. Saya tidak tahu apakah bangunan kafe itu sudah ada bersamaan dengan bangunan utama atau baru dibangun setelah rumah itu dijadikan museum. Museum itu memang awalnya adalah rumah pribadi Martha Tilaar. Atau tepatnya rumah keluarga besar Liem Siaw Lam alias Baba Solam, pengusaha kaya Tionghoa. Martha Tilaar merupakan cucu Baba Solam dan tinggal di rumah itu hingga usia 10 tahun. Rumah dengan gaya arsitektur Indische Empire Style itu diperkirakan dibangun pada tahun 1920. Gaya tersebut merupakan modifikasi dari gaya Eropa Empire yang disesuaikan untuk iklim tropis di Indonesia. Ciri unik lainnya adalah penerapan ilmu Feng Shui Tiongkok dalam tata letak dan dekorasi interiornya, menciptakan perpaduan artistik antara gaya Eropa, Jawa, dan Tionghoa. Bangunan ini menampilkan pilar-pilar tinggi, jendela besar, dan ornamen kayu yang memberikan kesan elegan dan klasik. Bangunan kafe di samping rumah juga serupa. Tampak seperti bangunan kuno klasik yang artistik. Perabot serta meja dan kursi di dalam kafe juga menyesuaikan apa yang ada di dalam bangunan utama. Dominan nuansa cokelat kayu. Hanya peralatan kopi yang tampak modern. Agak kontras, tapi menjadi perpaduan yang unik dan nyentrik. Modern-klasik. Minuman yang ditawarkan hampir sama dengan kafe-kafe pada umumnya. Rasanya pun begitu. Menu camilannya yang agak berbeda dan mungkin hanya ada di Kebumen. Lanting. Nama camilan itu. Jajanan lanting yang awalnya dikenal hanya sebagai jajanan warung dengan kemasan plastik bening apa adanya disulap menjadi lebih kekinian. Baik dalam hal packaging sampai rasa. Bagi yang belum biasa dengan lokasi ini tentu sedikit kesulitan untuk menemukannya. Karena rumah ini dilindungi pagar depan yang cukup tinggi. Ditambah berdiri pohon-pohon rindang di halaman depan dan belakang rumah. Seperti tersembunyi dari hiruk-pikuk di sekitarnya. Halaman depan rumah dan kafe tidak terlalu luas, hanya cukup untuk parkir tiga hingga empat mobil. Sisanya untuk parkir motor. Halaman di depan kafe juga difungsikan untuk nongkrong. Bedanya, di area luar kafe, meja dan kursi yang dipakai berbahan besi. Nongkrong di luar kafe lebih enak saat sore. Karena kalau siang terasa cukup panas meskipun dilindungi rindang pohon. Selamat mencoba. (*) 13 April 2024
- Gunung Andong, Pendakian Kedua Idan
SETELAH turun dari Gunung Prau pada November 2023 lalu, Idan sangat bahagia. Nama Gunung Prau pun masuk dalam perbendaharaan kosa katanya yang masih terbatas. Nama itu juga lumayan sering muncul saat ditanya “Idan habis naik gunung apa?”. Unung Au, jawabnya. Maksudanya adalah Gunung Prau. Ya, usianya masih 2 tahun. Idan juga kadang nyeloteh sendiri, pengen pakai tas, buat naik gunung, katanya. Dia seperti bersemangat dan kayak ngode-ngode supaya diajak naik gunung lagi. Semangatnya mengingatkan saya pada ibunya dulu yang jadi ketagihan setelah saya ajak naik gunung untuk pertama kalinya. Ke Gunung Lawu, meskipun gagal sampai puncak. Akhirnya, dua bulan kemudian, tepatnya pada 2 Januari 2024, kami bertiga naik gunung lagi. Kali ini kami memilih Gunung Andong di Magelang, Jawa Tengah. Jaraknya kurang lebih 3 jam dari Kebumen. Gunung Andong tidak terlalu tinggi, “hanya” 1726 mdpl. Kalau berjalan normal, satu atau dua jam juga sudah sampai di puncak. Jadi, pagi itu kami berangkat dari Kebumen, dan sorenya kami memulai pendakian. Karena harus nuruti Idan yang pengen jalan sendiri, perjalanan kami menjadi semakin lama. Tidak apa-apa. Kami membebaskan Idan untuk memilih jalan atau digendong. Itu juga menjadi salah satu alasan kami memilih gunung yang pendek-pendek dulu. Biar kami bisa mendaki dengan santai tanpa diburu waktu sehingga bisa membebaskan Idan untuk menikmati pendakian dengan keinginannya sendiri. Dengan batas-batas aman tentunya. Kami mulai mendaki via Basecamp Taruna Jayagiri, Sawit, sekitar jam 3 sore. Dari sini, ada dua jalur yang bisa dipilih. Jalur lama dan jalur baru. Jalur lama sedikit lebih cepat, tetapi sedikit lebih nanjak . Minim bonus. Sedangkan jalur baru sedikit lebih lama, tapi cukup banyak bonus. Kami tau karena saat turun kami pilih lewat jalur baru. Sambil mbatin , “tau gitu kemarin naik lewat sini aja “. Hehe.. Titik temu dua jalur ini adalah pos 3. Dari yang sebelumnya jalan, gendong, jalan, gendong, dari pos 3 inilah Idan ogak digendong sama sekali. Dia ingin nanjak sendiri sampai ke camp ground dekat puncak. Sampai di area kamping, kami disambut kabut tebal dan angin kencang. Muncak bisa besok. Yang urgen adalah segera mendirikan tenda. Toh, jarak ke puncak tidak kurang dari 5 menit lagi. Selagi saya mendirikan tenda, Idan dan Ibunya berteduh di warung di area kamping. Ya, selain terkenal dengan makam sesepuh di puncaknya, ada juga warung di Andong. Konon katanya, warung itu buka setiap hari. Pagi hingga sore. Jadi, kalaupun gak bawa logistik, asal bawa duit, urusan perut dijamin aman. Sayangnya, warung itu tutup saat kami sampai. Sekitar jam setengah 6. Sudah kesorean. Gak masalah. Kami sudah sangu nasi bungkus dari bawah. Hehe… Esoknya cuaca Andong cerah. Alhamdulillah. Idan yang baru bangun langsung bersemangat saat kami ajak ke puncak. Dua puncak sekaligus. Puncak Andong 1726 mdpl dan Puncak Alap-Alap 1692 mdpl. Kami lupa hari itu Sabtu. Yang artinya Andong ramai. Fokus utama kami tentu saja Idan. Dia sangat menikmati pendakian keduanya. Sama seperti pendakian pertamanya. Bahkan, yang paling ingin dan ngotot ngajak ke Puncak Alap-Alap ya bocah satu ini. Sebelum turun menjelang siang, kami sempat jajan dulu di warung. Teh, es teh, kopi, gorengan, mie, nasi bungkus, semua tersedia. Rata-rata harganya toleran lah. Magelang, 12-13 Januari 2024
- Jauh-Jauh ke Pantai Kelapa, Airnya Kotor dan Hitam
DI antara banyak tempat wisata yang kami datangi, Pantai Kelapa di Kabupaten Tuban, Jawa Timur, adalah tempat wisata yang paling membuat kecewa. Pantainya kotor dan airnya hitam. Apalagi kami harus menempuh perjalanan lebih dari 2 jam dari Gresik. Tahun 2019 kami juga pernah berwisata ke Pantai Kelapa. Saat itu kami baru menikah dan belum ada anak. Kami ke sana dalam rangka reuni kecil-kecilan bareng teman seangkatan SMP. Meski kotor, air pantainya saat itu belum sehitam sekarang. Dulu airnya masih kecokelatan sehingga masih banyak pengunjung yang mau berenang. Jadi, kami kembali ke pantai itu untuk mencari suasana baru karena bosan main di Pantai Dalegan, pantai dekat rumah. Foto tahun 2019 Sekarang, saat kami kembali ke Pantai Kelapa, saking kotornya, tidak ada pengunjung yang mau berenang. Pengunjung lebih memilih menggelar tikar dan bersantai di bawah pohon kelapa yang memang banyak tumbuh di pinggir pantai. Pasti dari situlah nama Pantai Kelapa diambil. Sementara anak-anak asyik bermain di wahana yang banyak disediakan di sana layaknya permainan-permainan di pasar malam. Kalau ingin berenang, ada juga kolam renang di kawasan tersebut. Kami lebih lama nongkrong di warung daripada jalan-jalan atau berenang di pantai. Sambil menemani anak mencoba wahana permainan di sana. Layaknya pasar malam saja, tapi bedanya ini siang dan di pinggir pantai. Itu saja. Pantai Kelapa sudah masuk dalam daftar tempat wisata yang tidak akan pernah kami kunjungi lagi. (*)
- Gunung Prau, Pendakian Istimewa Bareng Keluarga
SAYA menyebutnya pendakian teristimewa. Bukan karena ketinggian gunung yang kami daki. Bukan juga lantaran jalur yang sulit dilintasi. Pun bukan (hanya) karena keindahannya. Gunung Prau sudah masyhur di kalangan pendaki. Gunung yang indah, tidak terlalu tinggi, dan treknya tidak begitu menyulitkan. Bahkan gunung di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah, ini dilabeli salah satu gunung terindah. Juga tak jarang disebut ’’gunung untuk pemula”. Tapi, bagi saya, setiap gunung memiliki karakter dan ceritanya sendiri. Kali terakhir saya mendaki pada 2020. Ke Gunung Pangrango. Setelah itu saya off mendaki untuk menemani istri yang sedang mengandung anak pertama kami. Sederet rencana pun kami susun untuk direalisasikan kelak setelah bocah kecil yang masih di perut ibunya itu lahir. Rencana yang harus terlaksana, salah satunya, adalah mendaki gunung bersama. Sekitar tiga tahun kemudian, dua bulan sebelum bocah hebat ini berulang tahun ke-2, kami memantapkan rencana untuk mendaki gunung. Bertiga. Ke Gunung Prau. Dalam pendakian kali ini, kami juga ingin mengukur kemampuan masing-masing. Apa iya masih kuat mendaki? Hehe… Maklumlah, usia makin bertambah, tentu kekuatan makin tergerus. Apalagi sudah tiga tahun nggak nanjak . Kami juga ingin mengukur respons anak kami saat diajak naik gunung. Tidak nyaman atau senang? Sebelumnya kami sudah sering jalan-jalan. Ke pantai, ke wisata kota. Dan si bocah ini selalu antusias. Tinggal naik gunung yang perlu dicoba. Tapi, bukan coba-coba ya. Kami sudah merencanakan dan mengukur segalanya, menyiapkan apa-apa yang diperlukan dan dibutuhkan demi kenyamanan dan keselamatan. Dengan perhitungan. Matang. Pada hari pendakian, bahkan dua tiga hari sebelumnya, si bocah sangat antusias saat kami beri tahu kita akan mendaki gunung. Usianya memang belum genap 2 tahun, tapi sejak si kecil lahir kami membiasakan ngobrol tentang apa saja. Seiring waktu diskusi tentang apa saja. Menanyakan apa keinginannya, apa yang dirasakannya. Termasuk jika ingin main ke mana. Saat kami ajak naik gunung, si bocah semringah. Bahagia. Bahkan kalau dituruti, si bocah maunya jalan sendiri saat mendaki. Tidak mau digendong. Apakah nggak rewel? Namanya anak kecil, rewel sudah pasti. Tapi, hanya pada waktu-waktu tertentu. Seperti saat lapar atau popok penuh. Membawa anak ke gunung, waktu pendakian memang akan menjadi lebih lama. Tapi yang penting bagaimana kita menikmatinya. Mendaki santai. Dalam hal ini, kami –atau lebih tepatnya saya yang kini beralih menjadi porter– masih harus belajar. Belajar bersabar. Mengelola emosi. Ketika anak mulai rewel dan badan semakin capek. Tapi ini sudah menjadi pilihan kami. Secara keseluruhan, kami menikmati pendakian kali ini. Terutama si bocah yang girang saat mencapai puncak Prau. (*) Gunung Prau, Dieng | 15-16 November 2023
- Dieng Park, Distinasi Baru di Kawasan Dieng
BERAWAL dari pencarian di internet tempat wisata lain dekat penginapan yang belum pernah kami datangi, muncullah nama Dieng Park. Saya sendiri baru tahu tempat wisata itu meski sudah tiga kali main ke Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Ternyata Dieng Park memang baru dibuka. Grand opening tempat wisata itu baru diresmikan akhir Desember 2020. Masih dalam masa covid-19. Tergolong masih baru. Meski begitu, menurut pengelola, tempat itu sebenarnya sudah ada sejak lama, tapi terbengkalai karena tidak dirawat warga sekitar. Mungkin karena minim wisatawan yang datang berkunjung. Pengelola kemudian mengambil alih, membangunnya, dan meresmikannya. Dieng Park berada di area petak 9 Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Dieng, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Wonosobo, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kedu Utara, Desa Dieng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Lokasinya dekat dengan Telaga Warna. Memasuki pintu masuk, kami disuguhi tanaman hijau dan beberapa jenis bunga yang tampak subur. Di dekat pintu masuk, ada objek wisata dengan tema perkampungan salju. Ada rumah salju, patung pinguin, manusia salju, dan beruang salju. Terus naik ke atas, ada spot-spot foto seperti becak, kursi taman, dan ayunan. Sayang sekali, spot-spot itu tampak tidak terawat. Padahal, lokasi wisata ini belum lama diresmikan. Naik lagi, masih ada spot lain untuk foto. Misalnya rumah kayu dan jembatan kecil yang di kedua sisinya ditopang pohon pinus besar. Jembatan itu tinggi dan tampak rapuh tak terawat. Membahayakan jika dinaiki. Tujuan kami adalah puncak dari Dieng Park. Setelah terus menapak naik, kami disambut tangga semen yang dicat warna-warni. Cukup menyegarkan mata. Di ujung tangga, sampailah kami di area yang cukup lapang. Itu adalah batas akhir perjalanan kami. Untuk naik ke sana bisa juga menggunakan mobil jip. Tapi, ada biaya sewa yang perlu dikeluarkan. Kami memilih naik dengan jalan kaki saja. Sambil melihat-lihat apa saja yang ada di objek wisata ini. Yang bisa kami nikmati dari atas sini adalah telaga warna di bawah sana. Kita bisa menikmatinya dari atas geladak dengan rangka besi beralaskan kaca tebal transparan. Cukup menyeramkan bagi yang takut ketinggian. Selain itu, ada spot seperti gapura melingkar dengan dilengkapi tempat duduk dari semen yang dibuat seperti potongan pohon besar. Gapura itu seperti gerbang menuju alam lain. Alam terbuka dengan sajian telaga warna di bawahnya. Di sana, kami beristirahat di gazebo. Sambil menikmati camilan dan kopi yang kami beli di warung. Di sana memang ada warung. Kebetulan, saat kami datang, hanya ada satu warung yang buka. Pengunjungnya juga tidak terlalu ramai. Setelah rasa lelah sirna, kami kembali turun. Pulang. (*)
- Main ke Candi Arjuna Bareng Anak
UNTUK tempat yang nyaman, saya tidak pernah bosan untuk mendatanginya. Setiap ada kesempatan, saya tidak ragu untuk ke sana lagi dan ke sana lagi. Termasuk Candi Arjuna di Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah. Wisata mainstream di Dieng memang itu-itu saja. Yang aksesnya mudah dan dekat dengan penginapan. Tapi, mengunjunginya berulang-ulang tidak ada ruginya. Termasuk kali ini, artinya saya sudah mengunjunginya sebanyak tiga kali. Yang tidak membuat bosan adalah dengan siapa saya ke sana. Pertama, saya mengunjungi Candi Arjuna tahun 2017 bersama saudara saya. Berdua saja. Di kesempatan kedua, saya datang bersama istri dan teman-teman kantor pada 2020. Saat itu kami baru turun dari Gunung Kembang dan kepikiran untuk mampir ke Dieng. Yang terakhir, saya datang ke Candi Arjuna bertiga tahun 2023. Bersama istri dan anak. Mengenalkan salah satu tempat favorit ayah-ibunya kepada anak. Ini juga salah satu cara kami untuk mengelakan suhu Dieng kepada anak kami karena ada rencana naik Gunung Prau. Kami menginap di Dieng selama lima hari, 13-17 November 2023. Dua hari pertama untuk main-main saja di sekitar penginapan. Dua hari kemudian naik ke Gunung Prau. Sehari kemudian main lagi di sekitar penginapan sebelum kembali pulang ke Gresik, Jawa Timur. Anak kami terbelalak bahagia saat melihat gundukan candi di area luas yang hijau. Hawa yang sejuk dan latar candi berupa perbukitan menambah keindahan. Lanskap area candi tidak ada yang berubah signifikanm. Tapi, kali ini ada sedikit perbedaan untuk spot foto. Ada badut Teletubbies dan kuda tumpangan. Sesuatu yang gak ada sebelumnya. Tentu saja si bocil pengen foto-foto bareng badut Teletubbies. Lokasi wisata ini cocok dan aman untuk anak-anak. Area lapangannya yang luas membuat anak-anak bisa dengan leluasa berlari-larian. (*)
- Pangling Ada Tugu Titik 0 (Nol) Dieng
ADA yang berbeda dalam kunjungan kami ke Dieng, Wonosobo, Jawa Tengah, kali ini. Tiba di pertigaan Jalan Dieng, kami disambut tugu baru. Terakhir kali kami ke Dieng tahun 2020, tugu itu belum ada. Itu adalah Tugu Titik 0 Dieng. Lokasinya persis berada di pertigaan jalan masuk kawasan Dieng. Jadi, wisatawan seakan disambut dengan ramah saat datang ke desa wisata itu. Tugu baru itu tidak menghilangkan Tugu Selamat Datang di Dieng yang sudah berdiri sejak lama. Lokasinya hanya beberapa meter dari titik nol. Kami memilih menginap di dekat pertigaan titik nol. Penginapan langganan kami. Harganya murah dan lokasinya strategis. Di sekitarnya banyak warung makan, kafe, pedagang jajanan, toko pakaian, hingga minimarket. Dari penginapan, kami juga bisa melihat Tugu Titik 0 Dieng tanpa terhalang bangunan lain. Saat siang, tugu itu seperti mati. Hanya sebuah bangunan. Namun, saat malam tiba, tugu itu memancarkan sinar terang seperti terbangun dari tidurnya. Tampak lebih hidup dan semarak. Dieng juga terasa semakin hidup saat malam tiba. Wisatawan dari berbagai daerah berbaur bersama warga lokal untuk menikmati malam yang dingin. Sekadar minum kopi, menikmati jajanan, atau hanya sekadar duduk-duduk sambil ngobrol di pinggir jalan. (*)
- Pantai Lorena Cocoknya untuk Nongkrong Saja
JIKA kamu sedang mencari pantai yang lumayan dan gratis di Lamongan, Pantai Lorena bisa dicoba. Pantai Lorena terletak di Dusun Penanjan, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Pantai ini berbentuk melengkung seperti laguna sehingga terlihat indah dipandang mata. Tidak seperti objek wisata pantai lain dengan hamparan pasirnya, Pantai Lorena dipenuhi bebatuan dan karang tajam berukuran besar-besar. Jadi, diperlukan kehati-hatian dan memakai alas kaki saat ingin bermain di pantai ini. Namun, saat air pasang, pengunjung tidak bisa bermain di area pantai. Karena pantai ini berbatasaan langsung dengan jalan utama yang posisinya lebih tinggi seperti bendungan. Jadi, saat air laut pasang, area pinggir pantai penuh air. Karena alasan-alasan tadi, Pantai Lorena hampir tidak pernah menjadi tujuan utama untuk berwisata. Kebanyakan orang hanya mampir setelah mengunjungi wisata utama Lamongan seperti Maharani Zoo atau Wisata Bahari Lamongan. Pengunjung biasanya mampir di tempat itu karena ingin makan atau minum di warung dengan view pantai. Jadi, pantainya bukan tujuan utama. Ada ragam kuliner di warung Pantai Lorena yang dapat dinikmati seperti rujak Paciran dan es dawet siwalan yang tidak mudah ditemukan di tempat lain. (*)
- Mencicipi Kopi di Letak Bumi Coffee & Space
KAFE kekinian hadir di Kecamatan Sedayu, Gresik, Jawa Timur. Namanya Letak Bumi Coffee & Space. Alamat lengkapnya berada di Jalan Raya Deandles KM 30 Nomor 16, Sedayu, Gresik. Letak Bumi berada di pinggir jalan raya pantura. Banyaknya truk-truk besar yang melintas di jalan tersebut tidak menghalangi kafe untuk menerapkan konsep tempat nongkrong outdoor. Karena berkonsep outdoor, kafe ini kurang cocok dikunjungi saat siang hari. Cuaca Gresik yang panas akan membuat kita tidak nyaman. Mungkin karena pertimbangan itu pula Letak Bumi baru buka jam 2 siang. Nah, waktu yang paling enak untuk nongkrong di Letak Bumi adalah sore hingga malam hari. (*)












