Gunung Prau, Pendakian Istimewa Bareng Keluarga
- budiawanagus
- Nov 17, 2023
- 2 min read

SAYA menyebutnya pendakian teristimewa. Bukan karena ketinggian gunung yang kami daki. Bukan juga lantaran jalur yang sulit dilintasi. Pun bukan (hanya) karena keindahannya.
Gunung Prau sudah masyhur di kalangan pendaki. Gunung yang indah, tidak terlalu tinggi, dan treknya tidak begitu menyulitkan. Bahkan gunung di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah, ini dilabeli salah satu gunung terindah. Juga tak jarang disebut ’’gunung untuk pemula”. Tapi, bagi saya, setiap gunung memiliki karakter dan ceritanya sendiri.
Kali terakhir saya mendaki pada 2020. Ke Gunung Pangrango. Setelah itu saya off mendaki untuk menemani istri yang sedang mengandung anak pertama kami. Sederet rencana pun kami susun untuk direalisasikan kelak setelah bocah kecil yang masih di perut ibunya itu lahir. Rencana yang harus terlaksana, salah satunya, adalah mendaki gunung bersama.
Sekitar tiga tahun kemudian, dua bulan sebelum bocah hebat ini berulang tahun ke-2, kami memantapkan rencana untuk mendaki gunung. Bertiga. Ke Gunung Prau.

Dalam pendakian kali ini, kami juga ingin mengukur kemampuan masing-masing. Apa iya masih kuat mendaki? Hehe… Maklumlah, usia makin bertambah, tentu kekuatan makin tergerus. Apalagi sudah tiga tahun nggak nanjak.
Kami juga ingin mengukur respons anak kami saat diajak naik gunung. Tidak nyaman atau senang? Sebelumnya kami sudah sering jalan-jalan. Ke pantai, ke wisata kota. Dan si bocah ini selalu antusias. Tinggal naik gunung yang perlu dicoba. Tapi, bukan coba-coba ya. Kami sudah merencanakan dan mengukur segalanya, menyiapkan apa-apa yang diperlukan dan dibutuhkan demi kenyamanan dan keselamatan. Dengan perhitungan. Matang.
Pada hari pendakian, bahkan dua tiga hari sebelumnya, si bocah sangat antusias saat kami beri tahu kita akan mendaki gunung. Usianya memang belum genap 2 tahun, tapi sejak si kecil lahir kami membiasakan ngobrol tentang apa saja. Seiring waktu diskusi tentang apa saja. Menanyakan apa keinginannya, apa yang dirasakannya. Termasuk jika ingin main ke mana.

Saat kami ajak naik gunung, si bocah semringah. Bahagia. Bahkan kalau dituruti, si bocah maunya jalan sendiri saat mendaki. Tidak mau digendong. Apakah nggak rewel? Namanya anak kecil, rewel sudah pasti. Tapi, hanya pada waktu-waktu tertentu. Seperti saat lapar atau popok penuh.
Membawa anak ke gunung, waktu pendakian memang akan menjadi lebih lama. Tapi yang penting bagaimana kita menikmatinya. Mendaki santai. Dalam hal ini, kami –atau lebih tepatnya saya yang kini beralih menjadi porter– masih harus belajar. Belajar bersabar. Mengelola emosi. Ketika anak mulai rewel dan badan semakin capek. Tapi ini sudah menjadi pilihan kami.
Secara keseluruhan, kami menikmati pendakian kali ini. Terutama si bocah yang girang saat mencapai puncak Prau. (*)
Gunung Prau, Dieng | 15-16 November 2023



Comments