Pantai Laguna Kebumen, Spot Indah yang Terbengkalai
- budiawanagus
- Sep 15, 2020
- 3 min read

BERADA di pinggir garis pantai selatan membuat Kota Kebumen dilimpahi kekayaan destinasi wisata berupa pantai. Dengan hamparan pasir hitam dengan debur ombak yang ganas. Itulah daya tarik pantai selatan.
Meski secara sekilas pantai-pantai di kota The Agrocity of Java ini seakan mirip, sebenarnya mereka memiliki keunikan tersendiri. Sebut saja Pantai Setrojenar dengan hamparan pasir hitam saja, Pantai Menganti dengan tebing-tebing karangnya, Pantai Suwuk dengan bukit-bukit yang indah, hingga Pantai Laguna dengan perpaduan danaunya.
Pantai-pantai di kota dengan julukan lain Kota Walet ini tidak pernah sepi pengunjung. Ada saja yang datang. Di sini, pandemi Covid-19 seakan hanya legenda masa lalu. Orang-orang di sini masih hidup normal. Tidak ada new normal yang terasa tak normal seperti di kota-kota besar. Orang-orang di sini bisa tidur nyenyak tanpa rasa takut dan cemas diteror virus dari Negeri China itu.
Maka, saya dan istri (selanjutnya ditulis kami) pun bisa dengan leluasa memilih destinasi wisata yang ingin kami tuju. Bagi kami yang sama-sama bekerja di Jakarta, pagebluk Covid-19 mendatangkan musibah sekaligus berkah. Ada sisi negatif dan positifnya.
Kantor-kantor di ibu kota diliburkan. Pekerjaan bisa dikerjakan dari rumah. Work from home, istilahnya. Kami pun memiliki waktu yang lebih lama untuk pulang kampung. Kami bisa pergi ke mana pun tanpa diburu waktu untuk kembali ngantor.
Kembali ke pantai. Kami lalu mencari referensi pantai tidak biasa di Kebumen yang menarik untuk dikunjungi. Carinya tentu lewat Google. Lebih mudah. Di antara pantai-pantai yang direkomendasikan, ada nama Pantai Laguna. Saat kami telusuri di Google Images, pantai itu cukup unik. Perpaduan pantai dan danau. Laguna.
Sesuai dengan namanya, pantai di Desa Lembupurwo, Kecamatan Mirit, Kabupaten Kebumen, ini memiliki danau kecil yang dipisahkan hamparan pasir hitam dengan lautan lepas. Rerumputan yang tumbuh mengelilingi danau, ditambah gundukan pasir dengan pohon-pohon kelapa menambah cantik Pantai Laguna. Pengelola pun menambahkan perahu angsa dan jembatan kayu yang semakin menarik bagi muda-mudi yang ingin berburu foto untuk memenuhi feed Instagram.
Berbekal Google Maps, kami memacu motor dari rumah ke Pantai Laguna dengan menempuh waktu sekitar 20 menit. Di jalan raya, perjalanan kami lancar-lancar saja. Masalah mulai muncul saat kami memasuki area desa. Akses menuju laguna.
Jalan menuju Pantai Laguna ternyata di luar bayangan kami. Dari jalan raya, kami diarahkan melalui jalan utama desa, lalu memasuki area tambak udang yang bagi kami tidak mencerminkan akses menuju kawasan wisata andalan. Jalanannya berupa pasir padat yang tetap mudah ambles saat dihantam roda motor. Motor harus digas pelan agar tidak nyungsep.
Di sini Google Maps tidak banyak membantu. Kami diarahkan ke ujung jalan sempit berupa semak belukar yang mustahil bisa dilewati motor. Untuk benar-benar mencapai destinasi tujuan, kami harus bertanya kepada petani udang di sana. Lokasinya sudah tidak jauh. Namun, untuk sampai ke pantai, jalannya lebih parah. Kami harus melintasi pasir lembut kering. Bisa dibayangkan kan? Roda motor lebih sering berputar di tempat. Menghamburkan pasir ke udara.
Kami harus menuntun motor sambil terus memacu gas untuk sampai ke lokasi. Begitu sampai, kami benar-benar terkejut. Pantai indah dan penuh orang yang tampak di Google Maps tak terlihat lagi. Kami hanya disambut deburan ombak, angin yang bertiup kencang, dan tarian pohon-pohon kelapa.
Untuk mencapai bibir pantai, kami melewati sisa-sisa kios pedagang dan toilet umum yang telah rusak. Ditinggalkan dan terbengkalai. Di tepi laguna yang kotor dan berair hijau, satu dua perahu angsa terendam sebagian. Karam. Kotor dan berlumut. Jembatan-jembatan kayu yang masih berdiri tampak kusam dan rapuh.
Namun, sisa-sisa keindahannya masih terlihat. Gundukan pasir seperti bukit yang ditumbuhi pohon-pohon kelapa tampak indah. Di bawahnya, terhampar laguna yang mulai tertutup tumbuhan-tumbuhan air.
Kami tidak bisa mencapai bukit pasir itu. Jembatan kecil yang dulu rebahan di atas danau sudah tidak ada. Kalau mau ke sana, kami harus nyebur ke danau. Tidak dalam dan juga tidak luas memang, tapi kami malas basah-basahan.
Hanya kami berdua di tengah luasnya hamparan pasir di Pantai Laguna. Pantai indah yang terbengkalai. Tidak dirawat dan ditinggalkan. (*)
Kebumen, 16 September 2020
Comments