Kamping di Ranca Upas, Penantian Hampir 9 Tahun!
- budiawanagus
- Jul 27, 2024
- 2 min read

SEJAK keinginan untuk kamping di Ranca Upas muncul, hampir sembilan tahun kemudian saya baru bisa mewujudkannya. Bersama istri dan anak yang sama-sama semangat jika diajak jalan-jalan. Terutama naik gunung atau kamping.
Setelah turun dari Kawah Putih di Desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, tujuan kami berikutnya adalah camping ground Ranca Upas yang juga berada di kawasan Ciwidey. Namun, kami masih perlu menempuh perjalanan hampir setengah jam. Tidak terlalu jauh.
Kami tiba di gerbang kasawasan sekaligus loket tiket sekitar jam 5 sore. Kawasan perkemahan Ranca Upas yang cukup luas –sekitar 215 hektare– tampak lengang karena weekdays. Tepatnya hari Jumat. Tenda yang berdiri di kawasan itu tidak sampai sepuluh titik. Inilah yang memang kami cari. Sepi. Tidak terlalu ramai. Sehingga bisa menikmati lanskap alam dengan perbukitan di sekelilingnya.

Setelah memarkir motor dan menitipkan helm, kami mencari spot yang enak untuk mendirikan tenda. Kami memilih lokasi dengan lanskap yang luas. Area terbuka. Agak jauh dari pepohonan dan lebih jauh lagi dari tenant-tenant jajanan dan warung di dekat parkir motor. Pilihan lokasi yang pas. Tapi, efeknya baru bisa kami rasakan malam harinya.
Tenda sudah berdiri sebelum hari gelap. Perlengkapan tidur sudah ditata agar nyaman. Makan malam juga sudah aman. Beli nasi dibungkus dari Kawah Putih. Malam itu kami makan malam dengan udara dingin yang membelai.
Perut kenyang. Lelah. Niat hati pengen langsung tidur. Mengembalikan tenaga agar segar bugar menatap esok hari. Tapi, bukan bocil namanya kalau gak ada gebrakannya. Dia gak mau tidur. Pengennya main dulu di luar tenda. Dingin, iya. Tapi dia suka.
Ya sudah, saya dan si bocil main keluar. Main api unggun ala-ala. Di warung banyak yang jual kayu bakar untuk membuat api unggun. Itu seru kalau datang rombongan. Buat si boci, saya cukup mencari sisa-sisa kayu bakar di sekitar tenda. Asal melihat api, si bocil sudah senang. Bisa dikondisikan. Gak lama-lama. Hehe…

Kami masuk tenda setelah titik api terakhir mati dan udara semakin dingin. Kami tidur.
Menjelang tengah malam saya terbangun. Kedinginan. Selama saya mendaki gunung, justru di Ranca Upas inilah saya merasa sangat kedinginan. Sulit tidur. Istri dan anak juga menggigil. Untungnya saya membawa foil blanket. Tapi cuma satu. Cukup untuk si bocil dan ibunya.
Malam itu saya susah tidur. Kedinginan. Di situ saya sedikit menyesali pilihan spot kamping di area terbuka. Angin dengan leluasa menggempur tenda kami. Menembus dua layer tenda dan satu lapis tambahan flaysheet.
Saya pun akhirnya tertidur karena kecapekan gak bisa tidur.
***
Saya dibangunkan alarm handphone di pagi hari. Kabut masih menyembunyikan apa saja yang sebelumnya tampat di kejauhan. Perbukitan, pepohonan, dan tenda-tenda hanya terlihat seperti bayang-bayang. Matahari naik perlahan dari balik bukit. Menawarkan sedikit kehangatan dalam dingin yang masih enggan beranjak.
Begitu hari semakin terang, ternyata sudah banyak tenda yang berdiri di kejauhan. Ya, ini hari Sabtu. Mulai banyak yang datang. Kami sedikit bersantai sebelum memulai hari. Bersambung…
26-27 Juli 2024



Comments