Menengok Semeru Sekali Lagi
- budiawanagus
- Dec 25, 2012
- 5 min read

KETAGIHAN. Itulah kata yang pas untuk menggambarkan perasaan saya ketika pertama kali mendaki Gunung Semeru yang memiliki ketinggian 3.676 mdpl itu. Karena itu pula, dua bulan setelah pendakian yang pertama, saya kembali ke Semeru.
Semeru tidak akan pernah habis untuk dibicarakan dan tak akan pernah bosan untuk dijejaki. Pendakian Mahameru kali ini menjadi yang kedua bagi saya dan memiliki kesan berbeda dari pendakian pertama.
Memasuki musim hujan, Semeru setiap harinya selalu diguyur hujan yang membuat jalur pendakian sedikit becek dan licin. Pendaki harus berhati-hati mencari pijakan yang aman agar tidak terpeleset mengingat sebelah kiri jalur adalah lereng. Pendaki juga perlu hati-hati dengan ranting-ranting yang menutup jalan maupun pohon yang setiap saat bisa tumbang.
22 Desember 2012
Pada Sabtu siang tanggal 22 Desember 2012 kami memulai pendakian. Namun, sebelum berangkat, kami mengisi perut dulu agar memiliki tenaga yang cukup untuk sampai di Ranu Kumbolo. Maka dari itu, kami memesan rawon di warung Ranupani.
Rawon Ranupani ini kemudian menjadi makanan favorit saya saat mendaki Semeru. Baik saat akan naik maupun setelah turun gunung. Saat pendakian pertama, saya juga memesan rawon ini.
Setelah kenyang, sekitar pukul 10 siang, kami bergegas memulai pendakian. Pendakian dari Pos Perizinan Ranupani sampai Pos 1, 2, dan 3 bisa dibilang tidak ada sesuatu yang berkesan, kecuali rasa lelah dan jalanan yang agak licin tentunya. Belum lagi kalau-kalau hujan mulai mengguyur.
Namun, ketika mendekati Pos 4 yang berada di atas Ranu Kumbolo, pemandangan yang berbeda terhampar megah. Di bawah sana, terhampar Ranu Kumbolo dengan keteduhannya. Kami sampai di pos ini sekitar pukul 15.30.
Ranu Kumbolo terlihat lebih cantik dengan padang rumput di sekelilingnya yang tampak lebih hijau. Sayangnya, ketika sampai di Ranu Kumbolo, hujan turun sehingga danau tertutup kabut. Kali ini pun Semeru dibanjiri banyak pendaki. Mungkin mereka merasa penasaran setelah melihat film 5cm yang mengambil setting Semeru.
Karena hujan terus turun, kami berdiam cukup lama di Pos 4 sambil menikmati keindahan Ranu Kumbolo dari atas. Sekitar jam empat lebih, hujan mulai berhenti. Hanya menyisakan sedikit gerimis. Kami pun melanjutkan perjalanan menuju selter Ranu Kumbolo untuk beristirahat. Di sekitar danau, banyak tenda yang berdiri. Sama dengan pendakian yang pertama, kali ini kami juga memilih untuk bermalam di dalam selter bersama pendaki lainnya.
Kami sebenarnya membawa tenda. Tapi, kala itu rasanya malas mendirikan tenda di bawah gerimis. Jadi, kami tetap menyimpan tenda di keril dan tidur di selter hanya dengan menggunakan sleeping bag. Ingat ya, haram hukumnya mendirikan tenda di dalam selter atau pos.
Tidak banyak yang kami lakukan di selter, kecuali ngobrol dengan sesama pendaki, masak-masak bareng. Dan, ketika di tengah malam sulit tidur karena dingin menembus masuk, kami luangkan waktu untuk bermain kartu sampai kantuk menyergap.

Hawa dingin Semeru di musim hujan memang membuat tidur tidak terlalu nyenyak. Namun, sedikit tidur saja sudah merupakan anugerah. Itu sudah cukup mengembalikan tenaga untuk melanjutkan pendakian esok harinya.
23 Desember 2012
Pagi itu Ranu Kumbolo bertudung kabut tipis, berselimut hawa dingin. Matahari tampak sedikit di balik awan tebal berkabut. Itulah keindahan pagi hari yang menyambut kami. Hari Minggu waktu itu.
Setelah berkemas dan selesai sarapan, kami menyiapkan mental untuk melanjutkan mendaki. Dari Ranu Kumbolo, kami harus melalui Tanjakan Cinta. Tentu kalian sudah tahu tentang mitos tanjakan ini. Kalian juga bebas menafsirkannya sendiri. Saya sendiri berhasil menaiki tanjakan itu tanpa berhenti sampai di atas tanjakan, tidak seperti pada pendakian pertama.
Wow, setelah itu, padang Oro-Oro Ombo menyambut kami dengan hamparan rerumputan, bebunga, dan ilalang yang masih kering. Ada sebagian area lagi yang sudah menghijau. Perpaduan yang harmonis.
Setelah istirahat sejenak, kami melanjutkan langkah. Menurun. Melintasi padang ini menjadi semakin nyaman karena tidak ada debu bertebaran seperti pada pendakian pertama. Tentu saja tidak lupa pose dulu. Foto-foto. Itu kan tujuan lain mendaki gunung? Jangan bohong!
Sampai di Pos Cemoro Kandang, kami istirahat lagi. Santai saja. Nikmati perjalanan dan pendakian tanpa tergesa-gesa. Mendaki adalah hobi, sering istirahat adalah passion. Hehehe…
Apalagi trek dari pos ini ke pos selanjutnya, Pos Kalimati, lumayan panjang dan berliku-liku, naik turun. Baiknya memang istirahat dulu. Menikmati camilan yang dibawa. Setelah badan oke, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Pos Kalimati.
Begitu sampai di Kalimati, wow! Banyak sekali pendaki yang mendirikan tenda di sana. Kami pun seakan berebut tempat ternyaman untuk mendirikan tenda.
Baiklah, di sini kami mendirikan tenda, makan, ngrokok, dan istirahat. Kami santai-santai dulu. Nggak perlu buru-buru nanjak. Apalagi hari sudah sore. Selepas isya kami sudah tertidur pulas.
24 Desember 2012
Pukul 00.30 dini hari, alarm di handphone berbunyi. Pertanda kami sudah harus bangun untuk bersiap-siap mencium bau pasir Mahameru. Setelah berkemas, tanpa makan, kami memulai pendakian di tengah malam, sekitar pukul 01.00.
Di sini mental saya kembali diuji. Jalur dari Kalimati menuju Arcopodo sangat menanjak dan sempit. Treknya juga licin karena banyak akar-akaran yang menyembul. Belum lagi ancaman longsoran yang membahayakan jika tidak berhati-hati.
Jika berniat menapaki Mahameru, yang harus diperhatikan adalah jangan sampai tidak membawa air minum atau makanan ringan. Karena hawa dingin seperti saat itu cukup berpotensi menguras tenaga dengan cepat. Jika sudah begitu, dan perut dalam keadaan kosong, dijamin puyeng kepala ente. Perut kerucuk-kerucuk. Pucat pasi mukamu! Hahaha… Maaf, ini pengalaman saya yang tidak patut ditiru.
Kejadian itu menimpa saya di trek pasir berbatu di atas Cemoro Tunggal. Medan mulai berat-beratnya. Saya lama duduk. Namun, terlalu lama duduk hanya akan menimbulkan rasa kantuk dan udara akan terasa semakin dingin.
Dalam keadaan seperti itu, saya pun berusaha menghilangkan urat malu saya untuk sekadar meminta sedikit air minum kepada pendaki lainnya. Untungnya banyak pendaki yang baik. Kalau nggak ada bagaimana? Wassalam mungkin. Ini juga tidak patut ditiru. Sebelum mendaki dan muncak, siapkan segala sesuatunya.
So, pendakian dari Blank 75 sampai ke Puncak Mahameru menjadi pendakian paling berat bagi saya. Pasti untuk pendaki lain juga. Cukup hati-hati dan bulatkan tekad. Namun, kalau sadar kondisi sudah tidak memungkinkan, segera balik kanan dan turun kembali. Tidak perlu memaksakan diri. Tak akan lari gunung dikejar. Masih ada waktu yang lain. Itu terjadi pada dua teman saya.
Sekitar jam 7 pagi saya baru berhasil sampai puncak. Tentu saja dengan perjuangan yang berat. Belum lagi saya harus memungut cokelat milik pendaki lain yang jatuh di pasir dan terabaikan. Itu saya lakukan hanya untuk mengisi perut yang kerucuk-kerucuk. Hehe…
Sampai di puncak, saya nggak bisa langsung berpose di plang Mahameru. Antreannya bukan main banyaknya. Maklum banyak sekali pendakinya. Kalau mau cepat sih bisa: bikin sendiri dari rumah.
Sambil menunggu antrean foto, saya mencari pendaki yang mau memberi sedekah, ya sekadar minum dan sedikit makanan kecil. Alhamdulillah, ada pendaki dari Malang yang berbaik hati. Setelah mengusir dahaga dan perut kosong dengan meminta-minta dan para pendaki yang berfoto agak sepi, kami langsung saja berpose.

Namun, ada pemandangan yang berbeda ketika sampai di puncak. Memoriam Gie dan Idhan Lubis sudah tidak ada. Ya, pihak Taman Nasional Bromo, Tengger, Semeru mengeluarkan peraturan untuk membongkar semua plang atau benda-benda memoriam yang ada di puncak.
Pihak pengelola melakukannya demi kelestarian Mahameru dan hanya meninggalkan satu plang bertulisan Mahameru.
Sekitar pukul 09.30 kami sudah harus turun gunung. Sebab, udara terasa semakin dingin hingga menusuk tulang. Belum lagi ancaman bahaya asap beracun dari kawah Jonggring Saloko. Tidak sama dengan saat naik yang membutuhkan waktu sekitar 5-6 jam, waktu yang dibutuhkan saat turun hanya 2-3 jam.
Kami kembali ke tenda di Kalimati. Tidak langsung pulang. Kami harus bermalam lagi di Kalimati. Hujan yang mengguyur menumpas semangat kami untuk segera turun ke Ranu Kumbolo. Tidak banyak yang kami lakukan selain masak, makan-makan, dan tidur sampai angin pagi membelai mesra.
25 Desember 2012
Selasa siang, setelah makan, membongkar tenda, dan packing selesai, kami bergegas turun menuju Ranu Kumbolo. Tidak ada yang paling menyenangkan selain perjalanan turun, canda tawa riang gembira tak jarang hinggap di sepanjang jalur. Bahkan, beberapa kali kami adu kecepatan dengan berlari!
Tak terasa perjalanan begitu cepat saat tersadar kami sudah sampai di Ranu Kumbolo. Di sini kami berhenti sejenak untuk menghela napas. Memandangi danau ini untuk yang terakhir kali sebelum benar-benar turun.
Tidak lama di sini, hujan kembali turun yang menunda niat kami untuk segera turun. Kami berteduh sebentar di selter, menunggu hujan reda. Hampir setengah jam kami menunggu, hujan akhirnya reda juga.
Tanpa menunggu lama, kami segera bergegas meninggalkan Ranu Kumbolo. Selamat tinggal Semeru.
Sampai jumpa lagi di lain waktu. (*)
Semeru, 22-25 Desember 2012



Comments