top of page

Main-Main ke Pantai Bopong Kebumen



TIDAK jauh dari Pantai Laguna, hanya sekitar 5 menit dengan motor, ada Pantai Bopong. Sebenarnya pantai ini masih segaris dengan Laguna, tetanggaan, tetapi sudah berbeda desa.


Pantai Bopong berada di Desa Surorejan, Puring, Kebumen. Objek wisata ini tergolong masih baru. Dibuka sekitar dua tahun terakhir. Pengelolaannya juga sudah lumayan baik. Saya katakan lumayan karena memang tidak seluruhnya baik. Masih ada beberapa toilet yang airnya macet dan banyak sampah dan kotoran manusia.


Namun, ada juga toilet yang bersih dan dikelola dengan baik. Hati-hati saja saat memilih toilet jika berkunjung ke pantai ini.


Tidak ada biaya tiket masuk ke pantai ini. Saya awalnya mengira tidak ada penjaga loket tiket karena weekdays. Beberapa pantai di Kebumen memang hanya ditiketkan saat weekend. Saat banyak-banyaknya wisatawan. Tapi, ternyata masuk ke pantai ini memang tidak perlu membayar tiket. Masuk-masuk aja. Cukup bayar parkir 2.000. Itu pun kalau ada penjaganya.


Sebelum bermain di pantai, kami mampir dulu ke salah satu warung di sana. Istirahat sebentar setelah lelah bermain di Pantai Laguna.


Menu utama yang disajikan di warung pantai-pantai Kebumen hampir sama. Pecel lontong. Untuk lauk, kebanyakan menyajikan rempeyek yutuk, khas Kebumen. Namun, kali ini kami memesan tempe mendoan.

Sembari makan, saya penasaran untuk menanyakan perihal Pantai Laguna yang kini terbengkalai kepada penjualnya. Menurut beliau, awalnya Laguna memang ramai dikunjungi wisatawan karena keindahannya. Itu dua tahun lalu.


Saat itu, Pantai Laguna masih dikelola pihak desa. Banyak warung yang berdiri di sana. Nah, penjual yang saya tanyai itu ternyata dulunya juga berjualan di sana.


Awalnya semua berjalan baik-baik saja. Namun, semua berubah saat pengelolaan dipegang alih oleh karang taruna desa itu. Pengelolaan menjadi amburadul. Banyak penjual yang kehilangan barang dagangan yang ditinggal di warung saat malam.


Lambat laun, banyak pedagang yang memilih pindah. Pantai Laguna semakin tak terurus dan ditinggalkan wisatawan. Wajar saja, saat kami berkunjung, warung-warung di sana hanya tinggal kerangka kayu tak terurus. Saat itu hanya ada kami berdua di pantai seluas itu.


Setelah kenyang dan melepas dahaga, kami mulai jalan-jalan di tepi Pantai Bopong. Di bawah terik matahari siang itu. Saat weekdays, sebagian warung di tepi pantai tidak buka.


Warung-warung itu bisa dimanfaatkan untuk berteduh dengan menikmati pemandangan ombak yang bergulung-gulung. Sambil menikmati kacang rebus yang banyak dijajakan keliling di sana.


Tidak banyak wisatawan saat itu. Bisa dihitung jari. Kami memang sengaja berwisata di luar weekend agar tidak terlalu ramai.


Karena sejatinya saat berwisata, ke pantai atau ke gunung, kami ingin menikmati pemandangan alam. Bukan pemandangan kerumunan manusia-manusia juga. Karena itu, kami menyebut diri kami wisatawan weekdays. Hehe…


Pasir hitam Pantai Bopong terhampar luas. Bersih. Di hadapan kami, ombak tak henti-henti bergulung. Angin selalu berdesir kencang. Membawa hawa panas dan adem bersama-sama.


Saat berwisata di pantai, memang tidak banyak hal yang ingin kami lakukan. Kami hanya perlu duduk di tepiannya. Merasakan angin yang bertiup, mendengarkan ombak yang bergemuruh yang diiringi cericit burung-burung. Di situ ada ketenangan yang dalam.


Dalam sejenak diam, saya melamunkan singgasana Ratu Pantai Selatan yang begitu megah. Dengan segala gemuruh dan misterinya.


Kami berjalan-jalan sebentar di pantainya. Ada sedikit pemandangan yang berbeda di sini. Beberapa perahu disandarkan di tepi pantai. Di bawah rindang pohon-pohon cemara.


Di kejauhan sana, di arah barat, bukit karang yang menjorok ke pantai terlihat kecil. Terselimuti semacam kabut yang terbentuk dari butiran air ombak yang tersapu angin.

Bukit itu akan terlihat sempurna saat dinikmati dari Pantai Suwuk. (*)


Kebumen, 17 September 2020

Comments


bottom of page