top of page

JELAJAH JOGJA: Candi Sewu



SELAMA empat hari di Jogjakarta, kami punya misi kecil-kecilan: menjelajahi destinasi-destinasi wisata di DIY dan sekitarnya. Yang kami jelajahi adalah objek-objek wisata mainstream. Mulai candi-candi hingga bangunan bersejarah.

Dalam waktu tersebut, memang tidak semua bisa kami datangi. Tapi, ini adalah ikhtiar traveling kami untuk mencicil jelajah destinasi wisata Jogja.

Pada waktu-waktu ke depan, kami berencana menuntaskannya, tapi sifatnya santai saja. Toh, banyak tempat lain yang juga menunggu untuk dijamah.

Candi Sewu

Candi Sewu atau Manjusrighra adalah candi Buddha yang dibangun pada abad ke-8 Masehi. Jerjaraknya hanya 800 meter di sebelah utara Candi Prambanan.

Candi Sewu merupakan kompleks candi Buddha terbesar kedua setelah Candi Borobudur di Jawa Tengah. Candi ini berusia lebih tua daripada Candi Borobudur dan Prambanan.

Meskipun aslinya hanya memiliki 249 candi, oleh masyarakat setempat, candi ini dinamai sewu yang berarti seribu dalam bahasa Jawa. Penamaan ini didasarkan pada legenda Loro Jonggrang.

Berdasar Prasasti Kelurak yang berangka tahun 782 dan Prasasti Manjusrigrha yang berangka tahun 792 dan ditemukan pada tahun 1960, nama asli candi ini adalah Prasada Vajrasana Manjusrigrha. Istilah Prasada bermakna candi atau kuil, sedangkan Vajrajasana bermakna tempat wajra (intan atau halilintar) bertakhta, sementara manjusri-grha bermakna Rumah Manjusri.

Manjusri adalah salah satu Boddhisatwa dalam ajaran Buddha. Candi Sewu diperkirakan dibangun pada akhir masa pemerintahan Rakai Panangkaran. Rakai Panangkaran (746–784) adalah raja yang termahsyur dari kerajaan Mataram Kuno.


Kompleks candi ini mungkin dipugar, dan diperluas pada masa pemerintahan Rakai Pikatan, seorang pangeran dari dinasti Sanjaya yang menikahi Pramodhawardhani dari dinasti Sailendra. Setelah dinasti Sanjaya berkuasa, rakyatnya tetap menganut agama sebelumnya.


Adanya Candi Sewu yang bercorak Buddha berdampingan dengan Candi Prambanan yang bercorak Hindu menunjukkan bahwa sejak zaman dahulu di Jawa umat Hindu dan Buddha hidup secara harmonis dan ada toleransi beragama. Karena keagungan dan luasnya kompleks candi ini, Candi Sewu diduga merupakan Candi Buddha Kerajaan, sekaligus pusat kegiatan agama Buddha yang penting pada masa lalu.


Candi ini rusak parah karena gempa pada Mei 2006. Kini, setelah dipugar, perancah candi utama telah dilepas dan pengunjung dapat memasuki ruangan dalam candi utama.


Kompleks Candi Sewu memiliki bentang ukuran lahan 185 meter utara-selatan dan 165 meter timur-barat. Pintu masuk kompleks ini berada di empat penjuru mata angin. Pintu utamanya terletak di sisi timur.

Tiap pintu masuk dikawal sepasang arca Dwarapala. Arca raksasa penjaga berukuran tinggi sekitar 2,3 meter.

Aslinya terdapat 249 bangunan candi di kompleks ini yang disusun membentuk mandala wajradhatu, perwujudan alam semesta dalam kosmologi Buddha Mahayana.


Candi utama memiliki denah poligon bersudut 20 yang menyerupai salib atau silang yang berdiameter 29 meter dan tinggi bangunan mencapai 30 meter. Pada tiap penjuru mata angin, terdapat struktur bangunan yang menjorok ke luar. Masing-masing dengan tangga dan ruangan tersendiri dan dimahkotai susunan stupa.


Seluruh bangunan terbuat dari batu andesit. Berdasar temuan saat pemugaran, diperkirakan rancangan awal bangunan hanya berupa candi utama berkamar tunggal. Candi ini kemudian diperluas dengan menambahkan struktur tambahan di sekelilingnya.


Legenda


Sebagaimana candi atau bangunan bersejarah lain, Candi Sewu juga tidak luput dari kisah, legenda, dan mitos. Candi ini juga memiliki kisah di balik nama lainnya, yakni Loro Jonggrang. Ini berkaitan dengan legenda putri Loro Jonggrang dan Bandung Bondowoso. Mirip dengan legenda Candi Prambanan.


Alkisah, zaman dulu terjadi peperangan antardua kerajaan Hindu di Pulau Jawa. Lokasinya berada di daerah yang sekarang disebut Prambanan. Dua kerajaan itu adalah Kerajaan Pengging dan Keraton Boko.

Kerajaan Pengging dipimpin raja yang arif dan bijaksana bernama Prabu Damar Moyo. Ia memiliki putra yang sakti mandraguna bernama Bandung Bondowoso. Sementara itu, Kerajaan Pengging diperintah raja yang kejam berwujud raksasa bernama Prabu Boko. Ia suka makan daging manusia.


Meski berwujud raksasa, Prabu Boko –yang selalu dikawal seorang patih setia bernama Gupolo– memiliki putri manusia bernama Loro Jonggrang yang cantik bak seorang dewi dari kayangan.


Singkat cerita, peperangan dahsyat itu dimenangi Kerajaan Pengging setelah Bandung Bondowoso yang maju ke medan pertempuran berhasil mengalahkan Prabu Boko. Sementara Patih Gupolo melarikan diri.

Ketika mencari Gupolo di Kraton Boko, Bandung bertemu dengan Loro Jonggrang. Ia tertarik dengan sang putri dan berniat untuk memperistrinya. Namun, sang putri tidak mau karena pemuda itulah yang membunuh ayahnya.


Jadi, Loro Jonggrang membuat siasat untuk balas dendam. Ia mau dipersunting Bandung asal bisa memenuhi dua syarat. Pertama, Loro Jonggrang meminta Bandung membuat sumur yang dalam.

Namun, syarat itu sangat mudah dipenuhi Bandung. Sang putri tak habis akal. Dia kemudian meminta Bandung masuk ke sumur yang diberi nama Jala Tunda itu. Begitu berada di dalam sumur, Loro Jonggrang beserta Patih Gupolo menimbun sumur tersebut dengan batu supaya Bandung mati. Berkat kesaktiannya, Bandung bisa lolos dari maut.


Sadar hendak dibunuh sang putri, Bandung pun murka. Namun, ia luruh juga dengan bujuk dan rayu sang putri. Amarahnya reda seketika.


Loro Jonggrang kemudian mengajukan syarat kedua. Ia meminta dibuatkan 1.000 candi dalam semalam. Sang putri yakin kali ini Bandung akan gagal. Bandung setuju dengan permintaan sang putri.


Karena memang sakti, Bandung bisa memerintahkan ribuan jin untuk mengerjakan candi tersebut. Menjelang tengah malam, ketika pembangunan sudah hampir selesai, Loro Jonggrang panik. Ia pun kembali membuat siasat. Ia menyuruh para gadis untuk membakar jerami sehingga langit menjadi lebih terang. Ayam-ayam pun berkokok.


Mendengar kokok ayam, sebagai pertanda pagi segera datang, para jin pun melarikan diri. Saat itu, candi yang dibangun sudah mencapai 999 candi.


Mengetahui usahanya gagal lagi karena ulah Loro Jonggrang, Bandung yang murka berat mengutuk Loro Jonggrang menjadi candi yang keseribu. Bandung juga mengutuk para gadis yang membantu membakar jerami menjadi perawan tua.


Kisah ini akhirnya menciptakan mitos bahwa sepasang kekasih akan putus jika berkunjung ke Candi Prambanan. Anda boleh percaya, boleh juga tidak.


Yang pasti, setelah mengunjungi candi ini bersama pacar, beberapa bulan kemudian kami menikah.


Relief

Candi Sewu memiliki relief yang berbeda-beda. Namun, ada relief unik yang bisa Anda temukan di candi ini dan hanya ditemukan pada satu Candi Perwara, tepatnya di deret 1 nomor 6.


Relief tersebut berbentuk lampu zaman kuno. Relief lampu ini merupakan lambang pelita. Lampu pada zaman dulu punya tingkat kesakralan.


Lampu itu diidentikkan dengan api dan api adalah salah satu benda yang wajib ada ketika masyarakat Buddha dulu melakukan sembahyang. Di bagian luar Candi Sewu, terpahat relief para makhluk surga sedang bermain musik dan menari. Relief ini bisa ditemukan ketika pengunjung berkeliling candi utama.

Selain itu, terpahat berbagai gambaran dewa agama Buddha. Salah satunya adalah Dewa Penjaga Mata Angin. Sebelum memasuki bangunan candi utama, di sisi kanan dan kiri akan terdapat pahatan Makara.


Kalau di candi Buddha menggambarkan Dewa Buddha. Di Candi Sewu, Makara merepresentasikan naga.

Di setiap sudut candi utama, terdapat juga pahatan burung yang dikenal dengan nama Kinara Kinari. Itu merupakan motif batik pertama yang ditemukan ada di candi-candi. Hanya, jenis batik yang dipahat belum diketahui hingga saat ini.


Di Candi Sewu pun ada pahatan binatang suci yang dikenal di agama Buddha seperti singa, gajah, kijang, dan lain sebagainya.


Pahatan guci yang mengeluarkan teratai pun akan terlihat ketika pengunjung masuk ke bangunan candi utama. Relief ini terletak di bagian atas dari beberapa relung. Dalam agama Buddha, teratai dianggap sebagai bunga yang suci karena setiap dewa duduk di atas teratai. Teratai dipercaya sebagai tanaman yang bisa hidup di tiga dunia. Akarnya di bawah, daunnya di air, mengambang, dan bunganya di udara.


Lokasi dan Tiket

Secara administratif, Kompleks Candi Sewu terletak di Dukuh Bener, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Candi ini bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari Candi Prambanan. Jaraknya hanya 800 meter.

Buka setiap hari, tiket masuk candi ini sebesar Rp 40.000 untuk dewasa dan Rp 30.000 untuk anak-anak. Nah, jika Anda masuk Candi Prambanan, Anda tidak perlu membayar tiket lagi untuk mengunjungi Candi Sewu.

Waktu terbaik untuk mengunjungi candi ini adalah pagi dan sore. Karena kalau siang-siang panas banget. Untuk mengambil foto juga lebih bagus pada pagi atau sore hari. Candi ini beroperasi pada pukul 06.00–17.00. (*)


Jogja, 12-16 Februari 2018

Comentários


bottom of page