top of page

JELAJAH JOGJA: Candi Ratu Boko, Istana di Atas Bukit



SELAMA empat hari di Jogjakarta, kami punya misi kecil-kecilan: menjelajahi destinasi-destinasi wisata di DIY dan sekitarnya. Yang kami jelajahi adalah objek-objek wisata mainstream. Mulai candi-candi hingga bangunan bersejarah.

Dalam waktu tersebut, memang tidak semua bisa kami datangi. Tapi, ini adalah ikhtiar traveling kami untuk mencicil jelajah destinasi wisata Jogja.

Pada waktu-waktu ke depan, kami berencana menuntaskannya, tapi sifatnya santai saja. Toh, banyak tempat lain yang juga menunggu untuk dijamah.

Candi Ratu Boko

Salah satu tempat yang kami datangi adalah Situs Ratu Boko atau Candi Ratu Boko. Candi ini berada kira-kira 3 kilometer di sebelah selatan dari Kompleks Candi Prambanan. Kami mengelilingi Jogja, Magelang, dan sekitarnya dengan motor matik sewaan. Rp 60 ribu per hari. Banyak jasa penyewaan motor di Jogja. Sesuaikan saja bujet sama jenis motor yang Anda inginkan.

Salah satu keunikannya, situs purbakala ini terletak di ketinggian 196 meter di atas permukaan laut (mdpl). Luas keseluruhan kompleks candi ini sekitar 25 hektare.

Fungsi Candi Ratu Boko belum diketahui secara pasti. Namun, jika dilihat dari struktur bangunan yang berupa kompleks dengan sisa beberapa bangunan, situs ini tampak seperti tempat berkegiatan atau permukiman.

Dilihat dari pola peletakan sisa-sisa bangunan, situs ini diduga kuat merupakan bekas keraton (istana raja). Itu didasarkan pada kenyataan bahwa kompleks ini bukan candi atau situs religius, melainkan istana berbenteng dengan bukti sisa dinding benteng dan parit kering sebagai pertahanan. Sisa-sisa permukiman penduduk juga ditemukan di sekitar lokasi situs ini.

Nama Ratu Boko berasal dari legenda masyarakat setempat. Ratu Boko (raja bangau) adalah ayah Loro Jonggrang. Candi ini diperkirakan sudah dipergunakan orang pada abad ke-8 pada masa Wangsa Sailendra (Rakai Panangkaran) dari Kerajaan Medang (Mataram Hindu).


Candi Ratu Boko memang terkenal sebagai spot yang bagus untuk memotret sunset. Warna jingga dengan perpaduan siluet gerbang candi menjadi view yang sempurna. Namun, kita akan seperti ’’kucing-kucingan’’ dengan sekuriti di sana. Sebab, candi ini tutup pukul 17.00. Biasanya pengunjung bisa ’’kucing-kucingan’’ sampai pukul 18.00.


Berbeda dengan peninggalan purbakala lain dari zaman Jawa Kuno yang umumnya berbentuk bangunan keagamaan, Situs Ratu Boko merupakan kompleks profan, lengkap dengan gerbang masuk, pendapa, tempat tinggal, kolam pemandian, hingga pagar pelindung. Berbeda pula dengan keraton lain di Jawa yang umumnya didirikan di daerah yang relatif landai.


Kedudukan di atas bukit juga mensyaratkan adanya mata air dan adanya sistem pengaturan air yang bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kolam pemandian merupakan peninggalan dari sistem pengaturan ini.

Posisi di atas bukit juga memberikan udara sejuk dan pemandangan alam yang indah bagi para penghuninya. Selain tentu saja membuat kompleks ini lebih sulit untuk diserang lawan.


Keistimewaan lain dari situs ini adalah adanya tempat di sebelah kiri gapura yang sekarang biasa disebut tempat kremasi. Pemberian nama itu menyiratkan adanya kegiatan kremasi rutin yang perlu diteliti lebih lanjut.


Situs Ratu Boko kali pertama dilaporkan Van Boeckholzt pada tahun 1790. Dia menyatakan, ada reruntuhan kepurbakalaan di atas bukit Ratu Boko. Bukit ini merupakan cabang dari sistem Pegunungan Sewu yang membentang dari selatan Jogjakarta hingga daerah Tulungagung.


Seratus tahun kemudian, baru dilakukan penelitian yang dipimpin FDK Bosch yang dilaporkan dalam Keraton van Ratoe Boko. Dari sinilah disimpulkan bahwa reruntuhan itu merupakan sisa-sisa keraton.

Prasasti Abhayagiri Wihara yang berangka tahun 792 M merupakan bukti tertulis yang ditemukan di Situs Ratu Boko. Prasasti ini menyebutkan seorang tokoh bernama Tejahpurnapane Panamkarana atau Rakai Panangkaran (746–784 M), serta menyebut suatu kawasan wihara di atas bukit yang dinamai Abhyagiri Wihara (wihara di bukit yang bebas dari bahaya).


Rakai Panangkaran mengundurkan diri sebagai raja karena menginginkan ketenangan rohani dan memusatkan pikiran pada masalah keagamaan. Salah satunya dengan mendirikan wihara bernama Abhayagiri Wihara pada tahun 792 M.


Rakai Panangkaran menganut agama Buddha. Bangunan yang disebut Abhayagiri Wihara itu juga berlatar belakang agama Buddha. Buktinya adalah adanya Arca Dyani Buddha. Namun, ditemukan pula unsur-unsur agama Hindu di situs Ratu Boko. Misalnya, Arca Durga, Ganesha, dan Yoni.


Tampaknya, kompleks ini kemudian diubah menjadi keraton yang dilengkapi benteng pertahanan bagi raja bawahan (vassal) bernama Rakai Walaing Pu Kumbayoni. Menurut prasasti Siwagrha, tempat ini disebut sebagai kubu pertahanan yang terdiri atas tumpukan beratus-ratus batu oleh Balaputra.


Bangunan di atas bukit ini dijadikan kubu pertahanan dalam pertempuran perebutan kekuasaan di kemudian hari. Di dalam kompleks ini, terdapat bekas gapura, ruang paseban, kolam, pendapa, pringgitan, keputren, dan dua ceruk gua untuk bermeditasi.


Gerbang


Gerbang masuk ke kawasan Ratu Boko berada di sisi barat. Kawasan candi ini terletak di tempat yang cukup tinggi. Jadi, dari tempat parkir dan loket, pengunjung masih harus berjalan sekitar 100 meter dengan menaiki anak tangga. Menanjak.


Gerbang candi ini memiliki dua ’’lapis’’. Yakni, gerbang luar dan dalam. Gerbang dalam sebagai gerbang utama memiliki ukuran yang lebih besar. Gerbang ini terdiri atas lima gapura paduraksa yang berbaris sejajar dengan gerbang luar. Gapura utama diapit dua gapura di setiap sisi.


Gua


Di kawasan situs ini juga terdapat dua gua. Dua gua itu bernama Gua Lanang (gua lelaki) dan Gua Wadon (gua perempuan). Gua Lanang yang terletak di timur laut paseban merupakan lorong persegi. Di dalam gua, di sisi kiri, kanan, dan belakang, terdapat relung seperti bilik. Pada dinding gua, ada pahatan berbentuk semacam pigura persegi panjang.


Sementara itu, Gua Wadon terletak sekitar 20 meter ke arah tenggara dari paseban. Ukurannya lebih kecil dibanding Gua Lanang. Di bagian belakang gua, terdapat relung seperti bilik.


Tiket masuk candi ini Rp 40.000 untuk dewasa dan Rp 20.000 untuk anak-anak. Dulunya ada tiket khusus untuk pengunjung yang berencana menikmati sunset di candi ini, yakni Rp 75.000. Namun, peraturan itu sudah dihapus. Ada juga tiket terusan dengan Candi Prambanan. Jadi, pengunjung bisa mencapai Ratu Boko dengan menggunakan bus khusus. (*)

Jogja, 12-16 Februari 2018

Comments


bottom of page