Gunung Welirang, Pendakian Perdana
- budiawanagus
- Jul 13, 2012
- 4 min read
Updated: Oct 7

TAHUN 2012. Beberapa bulan setelah lulus kuliah, ada tantangan di level selanjutnya: mencari pekerjaan. Namun, karena ada ’’pagebluk’’ menjelang akhir kelulusan, saya pun ingin santai-santai dulu. Kerja nanti-nanti saja.
Tawaran itu pun datang. Bukan pekerjaan, tapi pendakian. Mendaki Gunung Welirang. Bagi saya, ini akan menjadi pendakian yang pertama.
Gunung Welirang merupakan gunung berapi aktif dengan ketinggian 3.156 mdpl. Secara administratif, gunung ini terletak di perbatasan Kota Batu, Kabupaten Pasuruan, dan Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Gunung Welirang berada dalam pengelolaan Taman Hutan Raya Raden Soerjo.
Di sebelah Gunung Welirang, berdiri gagah Gunung Arjuno, Gunung Kembar I, dan Gunung Kembar II. Puncak Gunung Welirang terletak pada satu punggungan yang sama dengan puncak gunung Arjuno, sehingga kompleks ini sering disebut juga dengan Arjuno-Welirang. Mirip Gunung Gede-Pangrango di Bogor, Jawa Barat.
Welirang atau walirang (nama kuno) dalam bahasa Jawa berarti belerang. Nama itu diambil karena di sekitar puncak memang terdapat penambangan belerang. Mirip penambangan belerang di Ijen, Banyuwangi, Jawa Timur.

Hampir setiap hari ada aktivitas penambangan di Gunung Welirang. Dari puncak, penambang mengangkut belerang ke Pos Pondokan dengan menggunakan gerobak. Berkarung-karung belerang dikumpulkan di sana.
Nah, dari Pos Pondokan, belerang-belerang itu diangkut ke bawah dengan menggunakan mobil Jeep. Jadi jangan heran kalau Anda sering berpapasan dengan mobil pengangkut belerang saat mendaki Arjuna-Welirang via jalur Tretes.
Untuk pendakian, Welirang bisa didaki melalui lima jalur. Yakni, jalur Cangar, Tretes, Batu, Pacet, dan Claket. Namun, kebanyakan pendaki memilih jalur via Tretes. Termasuk saya dan dua kawan saat itu.
Selasa pagi, 10 Juli 2012, dari Surabaya menuju Tretes di Prigen, Kabupaten Pasuruan, kami bertiga naik dua motor. Ganti-gantian. Ada yang sendirian, ada yang berboncengan. Jarak kedua sekitar 57 kilometer atau bisa ditempuh dengan motor kurang dari 2 jam.
Sebelum melakukan pendakian, kami mendaftar di Pos Tretes. Seingat saya, waktu itu tidak ada tarif pasti untuk mendaki. Tidak ada tiket pendakian. Hanya memberi uang seikhlasnya untuk penjaga pos. Pendaki hanya perlu mengisi data diri.
Sebagai pendaki pemula, outfit dan gears pendakian saya saat itu ala kadarnya dan minim. Celana pendek jins hasil pemotongan celana jins, daypack, dan sepatu futsal! Ini tidak untuk dicontoh.
Jalur pendakian dari Pos Tretes menuju Selter I masih enak. Jalurnya berupa tanah landai dengan perpaduan jalan beton. Selter I dikenal juga dengan nama Pos Pet Bocor. Waktu tempuhnya sekitar 30 menit saja.
Di pos ini, ada satu warung. Kita bisa santai sejenak sambil ngopi, ngeteh, atau apa lah untuk melepas lelah. Sambil ngudut tentunya.
Setelah bosan bersantai dan sadar perjalanan masih cukup panjang, kami pun beranjak. Kami berjalan menuju Selter II (Pos Kokopan). Pos ini berada di ketinggian kurang lebih 1.400–1.500 mdpl. Jarak tempuhnya sekitar 2–4 jam.
Jalur antar kedua pos ini sudah berupa makadam, terjal berbatu. Jalur seperti ini akan kita temui sampai ke Pos Pondokan. Di Kokopan, terdapat sumber air yang selalu mengalir. Sudah dipasang pancuran untuk memudahkan pendaki. Ada juga bangunan kayu bekas warung.
Gunung Welirang sebenarnya memiliki banyak potensi dan keindahan alam. Misalnya, mata air yang tidak pernah berhenti mengalir sepanjang musim, beraneka jenis pepohonan, serta sunset dan sunrise (jika beruntung). Di gunung ini juga terdapat berbagai macam jenis flora dan fauna yang menarik untuk dilihat para pendaki.
Berhubung kami memulai pendakian siang sekitar jam 1, saat sampai di Kokopan, hari sudah sore. Kami pun sepakat untuk bermalam di pos ini.
Bangun pagi-pagi dalam pendakian seperti hanya menjadi mitos. Maka, esoknya kami bangun menjelang siang. Sekitar jam 11. Setelah makan dan packing, habis duhur kami baru melanjutkan perjalanan menuju Selter III (Pos Pondokan) di ketinggian sekitar 2.250 mdpl). Jarak tempuhnya antara 3–5 jam. Berat.
Di tengah perjalanan, saat napas mulai terengah-engah, saat lutut mulai bergetar kecapekan, terdengar deru aneh dari kejauhan. Suara itu perlahan-lahan menjadi semakin keras. Di antara gundukan jalur, dari arah bawah muncul mobil Jeep yang akan naik ke Pos Pondokan.
Saat itu muncul ide brilian. Nebeng mobil itu. Hehe… Karena mobil tidak membawa muatan saat naik, kami bertiga diperbolehkan nebeng. Syaratnya satu, per orang bayar Rp 5.000. Tak apa lah.
Tidak sampai satu jam kami sudah sampai di Pos Pondokan. Posnya para penambang belerang. Di sini terdapat bangunan seperti gubuk yang terbuat dari batu dan kayu dengan atap berupa jerami kering.
Ini juga menjadi pos persimpangan untuk menuju puncak Welirang dan puncak Arjuna. Kalau menuju Arjuna, kita akan melewati Lembah Kijang. Areanya luas untuk kamping. Kami sempatkan sebentar untuk menyambanginya sebentar.
Kami bermalam di Pos Pondokan untuk summit esok paginya.

Jumat pagi, 13 Juli 2012, kami memulai summit attack. Karena tidak memburu sunset, kami baru mulai mendaki sekitar jam 10. Pendakian dari Pondokan menuju puncak sekitar 2–4 jam.
Di perjalanan, kita bisa menjumpai penambang yang mengangkut belerang dengan gerobak. Gerakan mereka lincah, tangkas, bertenaga, dan pasti.
Puncak Welirang sangat gersang. Wajar. Itu adalah kawasan kawah belerang. Di sekitarnya hanya berupa tanah dan bebatuan putih. Jangan lupa bawa masker. Bau belerangnya sangat menyengat.
Kami tidak bisa berlama-lama di puncak. Bau belerang susah dibendung. Tidak sampai satu jam, kami pun kembali turun ke Pondokan. Setelah istirahat dan mengisi perut, kami packing dan turun. Kami sampai di Pos Tretes saat hari sudah malam. Habis isya. Kami mendaki untuk kembali pulang.
Pendakian perdana yang berkesan. (*)
Tretes, 10–13 Juli 2012



Comments