top of page

Baru Dapat Golden Sunrise setelah Empat Kali Mendaki Bukit Sikunir



SAYA perlu empat kali mendaki Bukit Sikunir untuk bisa mendapati dan menikmati golden sunrise yang fenomenal itu. Bagi siapa saja yang sering mencari referensi tempat-tempat indah, golden sunrise di Bukit Sikunir dan Gunung Prau termasuk di dalamnya.


Bahkan, ada artikel yang berani mengklaim bahwa dua lokasi itu adalah tempat terindah di Jawa untuk melihat golden sunrise. Menurut saya, klaim itu tidak berlebihan.


Pada kunjungan pertama, saya kesiangan saat naik ke Sikunir. Alhasil, begitu tiba di puncak, saya hanya dapat dinginnya saja. Tentu selain keindahannya. Langit sudah keburu terang. Itu tahun 2014 lalu.


Pada kesempatan kedua, Maret 2020, saya masih penasaran pada Sikunir. Saya pun bertekad bangun sebelum subuh agar bisa sampai di Sikunir sebelum hari terang lagi. Waktu itu saya dan kawan-kawan habis turun dari Gunung Kembang.


Tapi, seperti biasa, bangun pagi adalah sebuah pertarungan yang berat. Meski alarm sudah membangunkan, saya toh tetap tidak kuasa melawan kantuk yang kembali meninabobokkan. Kami terlelap dan baru bangun lagi habis subuh. Duh…


Kami tetap berangkat saja. Dari penginapan, kami melaju dengan terburu-buru. Begitu sampai di parkiran, kami bergegas mendaki. Hari masih cukup gelap. Kami menanjak dengan kaki yang lemah karena habis turun dari Gunung Kembang. Alhasil, di tengah perjalanan, matahari sudah merekah jingga di timur sana. Yah, gagal lagi. Tak apa lah, kami tetap melanjutkan langkah sampai ke puncak.


Dari situ, saya masih penasaran dengan golden sunrise Sikunir. Dan berharap bisa kembali suatu saat nanti.


Pada September kemudian, saya dan istri kembali ke Dieng. Bukit Sikunir tentu saja masih masuk agenda kunjungan. Sehari sebelum mendaki Gunung Prau, kami pergi ke Sikunir. Kami sudah siap sebelum subuh untuk berangkat menjemput golden sunrise.


Karena tidak hafal jalan, kami mengandalkan Google Maps. Kami memacu motor mengikuti aplikasi penunjuk jalan itu. Kami memacu motor membela kegelapan Dieng yang dingin. Lama-lama kami curiga. Kami menyusuri jalan turun dari Dieng. Arah menuju pulang.


Tapi, kami masih berusaha mempercayai Google Maps. Karena tujuan akhir di ujung jalan dalam aplikasi itu sudah benar. Bukit Sikunir.


Kami baru sadar diarahkan ke lokasi yang salah saat kami dituntun ke arah tanjakan sempit yang curam nan berbatu. Mustahil untuk dilewati motor. Memangnya kami mau langsung dibawah ke puncak Sikunir dengan motor?


Kami putar arah. Mode motor di Google Maps kami ganti dengan mode mobil. Wui, kami ternyata dibawa menjauh dari lokasi tujuan. Jaraknya lebih dari setengah jam titik kami sadar sudah disesatkan. Itulah kebodohan kami. Hehe…


Saat kami kembali ke jalanan beraspal, azan subuh sudah berkumandang. Kami terus berburu dengan waktu. Tapi, mustahil bisa sampai di Sikunir sesuai rencana.


Meskipun sudah yakin tidak akan bisa melihat sunrise dari puncak, kami tetap ngegas motor ke sana. Namun, kami lupa pada satu hal, saat itu hari Sabtu. Pengunjung pasti membeludak.


Sampai di sana, hari sudah sedikit terang. Ya, benar. Kami naik beramai-ramai dengan pengunjung lain. Kami terus saja naik. Matahari sudah gagah-gagahnya. Panasnya sudah terasa. Bercampur dingin udara. Tidak lama di sana, kami kembali turun dan pulang ke penginapan. Sudah tidak mood. Terlalu ramai.


Dua hari kemudian, setelah turun dari Gunung Prau, kami kembali ke Sikunir. Kali ini semua berjalan sesuai rencana. Kami mendaki dengan bahagia sambil berharap cuaca cerah.


Sampai di puncak, hari masih gelap. Pengunjung yang datang tidak sebanyak saat weekend. Semuanya mendukung. Tinggal duduk-duduk di bebatuan di sana. Menunggu sunrise.


Tidak lama kemudian, kami akhirnya bertemu dengan golden sunrise itu. Primadona yang saya tunggu-tunggu. Keindahan yang dibutuhkan empat kali mendaki Sikunir untuk bisa menikmatinya.


Matahari muda. Menyala jingga. Di bawahnya, hamparan perbukitan dan gunung-gunung di sampingnya ikut merona. Awan terbatang seperti karpet tebal yang lembut. Merona juga.


Tidak ada perjuangan yang sia-sia. Indah. (*)


Sikunir, 23 September 2020

9 views0 comments
bottom of page