Galeri Nasional Indonesia, Gudangnya Seni Rupa Indonesia
- budiawanagus
- Aug 30, 2017
- 2 min read

GALERI Nasional Indonesia merupakan lembaga budaya negara yang gedungnya, antara lain, berfungsi sebagai tempat pameran serta perhelatan acara seni rupa Indonesia dan mancanegara. Gedung ini merupakan institusi milik pemerintah di bawah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Sebelum resmi menjadi Galeri Nasional Indonesia, gedung di Jalan Medan Merdeka Timur No. 14, Jakarta Pusat, ini adalah sekolah beserta asrama khusus bagi wanita yang dibangun Yayasan Kristen Carpentier Alting Stitching (CAS) pada tahun 1900.
Ini merupakan sekolah pertama di Hindia Belanda. Pada tahun 1955, pemerintah Indonesia melarang segala aktivitas komunitas Belanda. Karena itu, gedung ini beralih menjadi milik Yayasan Raden Saleh meskipun masih di bawah gerakan Belanda bernama Vijmetselaren Lorge.
Pada 1962, Yayasan Raden Saleh dibubarkan atas perintah Presiden Soekarno. Gedung dan segala peralatan kemudian diserahkan ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Dari situ galeri bertaraf nasional dirintis dengan nama awal Wisma Seni Nasional/Pusat Pembangunan Kebudayaan Nasional. Pada tahun 1987, Kepala Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan merancang ulang gedung tersebut menjadi Gedung Pameran Seni Rupa Depdikbud.
Perjuangan pengembangan dan perubahan nama menjadi Galeri Nasional Indonesia baru diperjuangkan Edi Sedyawati sejak tahun 1995. Perjuangan Edi berhasil setelah disetujui Menko Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparatur Negara pada tahun 1998.
Pengembangan infrastruktur fisik maupun nonfisik pun dilakukan. Caranya, Galeri Nasional Indonesia membuat kompetisi desain bangunan baru yang bekerja sama dengan Ikatan Arsitek Indonesia.
Selain itu, website utamanya telah direnovasi ulang dengan pengembangan di sisi data dan informasi seperti daftar koleksi seni, fasilitas, agenda acara, dan pengaturan dwibahasa untuk pengguna nonbahasa Indonesia.
Galeri Nasional sering mengadakan aktivitas. Mulai pameran, preservasi, seminar keilmuan, diskusi ilmiah, pemutaran film, penampilan kesenian, festival, hingga perlombaan. Hal itu dilakukan demi pendidikan dan mengenalkan budaya kepada masyarakat luas.
Galeri ini mengoleksi kurang lebih 1.700 karya dari para tokoh di Indonesia. Mulai lukisan, fotografi, patung, dan pahatan. Ada juga karya-karya para tokoh seniman negara nonblok seperti Sudan, India, Peru, Kuba, Vietnam, dan Myanmar.
Jenis Pameran di Galnas
Galeri Nasional mengadakan tiga jenis pameran. Yakni, pameran temporer, pameran keliling, dan pameran tetap.
Pameran Temporer
Pameran tematis ini diselenggarakan dalam periode tertentu. Setiap ruangan digunakan khusus untuk memajang satu tema karya seni rupa modern dan kontemporer. Jadi, saat ada pameran, satu ruangan tersebut akan dipenuhi lukisan. Hanya lukisan.
Pameran Keliling
Pameran keliling adalah salah satu cara pengelola galeri untuk memamerkan koleksi seni rupa kepada masyarakat luas. Selain untuk memperkenalkan koleksi seni, pameran jenis ini digunakan untuk meningkatkan kreativitas dan apresiasi seni untuk para seniman daerah.
Pameran Tetap
Yang terakhir adalah pameran tetap. Pameran ini diselenggarakan dua kurator galeri, yaitu Citra Smara Dewi dan Suwarno Wisetra. Pameran tetap ini memajang 109 karya seni rupa dari koleksi pameran Galeri Nasional Indonesia ataupun koleksi karya seni milik negara.
Sebagian besar koleksi yang ada merupakan karya para maestro seperti Affandi, Hendra Gumawan, Otto Djaja, Popo Iskandar, Srihadi Soedarsono, dan Djoko Pekik. Pameran ini juga menampilkan karya maestro mancanegara seperti Hans Arp, Sonia Delaunay, Zao Wou-Ki, Wassily Kandinsky, Hans Hartung, dan Victor Vasarely.
Dalam pameran tetap, semua karya seni dibagi dalam 11 ruangan yang terdiri atas dua kategori, yakni Galeri 1 dan Galeri 2. Lengkap dengan informasi setiap karya.
Galeri 1 menampilkan seni rupa modern dari Indonesia dan internasional yang dibagi dalam tujuh ruangan. Sedangkan Galeri 2 dibagi dalam empat ruangan. Pameran tetap bisa dinikmati di Gedung B Galnas lantai 2. Gratis. (*)
Jakarta, Medio 2017
Comments