top of page

Camping Santai di Pulau Tidung Kecil, Kepulauan Seribu



DALAM hal jalan-jalan, ada sindrom ”cuma jadi rencana” kalau planning traveling atau ngetrip direncanakan dari jauh-jauh hari. Itu memang ada benarnya. Ada beberapa rencana ngetrip kami yang sampai sekarang masih menjadi rencana.


Karena itu, kalau sudah ada keinginan, rencanakan, lalu langsung berangkatkan. Maka, pada hari Sabtu malam (16 November) saya begitu saja ngajak istri jalan-jalan. Sekalian nge-camp semalam di tepi pantai. Berdua saja. Jadi, hari Minggu pagi (17 November) kami langsung berangkat. Ngetrip dadakan. Kadang seperti itu lebih asyik.


Tujuan pun sudah ditentukan. Yang dekat-dekat saja. Sedikit melipir dari daratan Jakarta. Pulau Tidung di Kepulauan Seribu. Bagi saya, ini adalah trip kali kedua. Bagi istri, ini yang pertama.


Pilihan transportasinya ada dua “kelas”: biasa saja atau sedikit mewah. Kami memilih yang pertama. Berangkatlah kami dari kontrakan jam 6 pagi ke Pelabuhan Kaliadem, Muara Angke, Jakarta Utara. Sekitar 30 menit saja. Mengendarai motor. Hari Minggu, pagi-pagi, masih sepi. Motor melaju mulus tanpa macet.


Kami sampai di pelabuhan jam 7 pagi. Setelah memarkir motor, kami langsung menuju loket karena pemesanan tiket ditutup jam setengah 8. Waktu itu cukup banyak yang antre. Kami akan naik kapal kayu atau biasa disebut dengan kapal tradisional. Harga tiket per orang Rp 50 ribu + tiket peron Rp 2 ribu. Sementara biaya parkir tergantung berapa lama kita parkir.


Dulu, kalau tidak salah sekitar tahun 2016, harga tiket segitu sudah bisa naik speedboat ke Pulau Tidung dengan waktu tempuh tidak sampai 2 jam.


Sambil menunggu keberangkatan, kami menyempatkan makan sebentar. Tapi, nafsu makan menjadi lenyap. Bau khas permukiman nelayan menyiksa lambung. Makan menjadi tidak berselera. Lalat di mana-mana.


Setelah selesai dengan urusan perut, kami berjalan menuju pintu masuk dermaga, melalui gate pemeriksaan tiket. Sedikit menapaki beberapa anak tangga. Di depan mata, puluhan kapal berjajar rapi di tepi.

Nama kapal yang akan kami naiki sudah tertera di tiket. Tidak susah untuk mencarinya. Setelah ketemu, kami langsung naik saja dan memilih tempat sesuai minat. Kami duduk di dek bagian bawah. Di kursi. Kalau di dek atas, kita duduk lesehan. Tidur goler-goleran pun bisa.


Mesin kapal dinyalakan. Sekujur badan kapal yang terbuat dari kayu itu bergetar. Jam 8 tepat kapal mulai menjauh dari dermaga. Pelan-pelan membelah laut Jakarta. Memecah ombak. Gedung-gedung tinggi di tepi Jakarta perlahan terlihat semakin jauh, kecil, dan menghilang.


Beruntung ombak bersahabat. Guncangan-guncangan kecil tidak sampai menyiksa lambung. Setelah perjalanan sekitar 2 setengah jam, kapal merapat di Pelabuhan Pulau Tidung. Sebagian besar waktu perjalanan kami habiskan dengan tidur.


Begitu turun di dermaga, Anda akan disambut orang-orang yang menawarkan jasa homestay. Anda bisa menyesuaikan dengan kantong. Biaya sewa semalam yang termurah sekitar Rp 200 ribu. Atau kalau mau liburan murah, camping bisa menjadi solusinya. Kami memilih yang murah ceria. Camping. Hehe…


Setiap orang yang mengunjungi Pulau Tidung, sudah pasti tujuan utamanya adalah Jembatan Cinta. Primadonanya Tidung. Begitu juga kami. Kami ingin ke sana. Menyeberanginya. Jembatan dengan panjang sekitar 800 meter itu menghubungkan Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil.


Nah, bagi yang ingin camping seperti kami, pengelola pulau sudah menyiapkan lokasinya. Di Pulau Tidung Kecil. Di situ sudah ada musala dan toilet. Ada juga museum kerangka paus sperma dan penangkaran penyu.


So, tak perlu buang waktu, kami langsung menuju Jembatan Cinta. Nah, dari dermaga ke jembatan, ada tiga moda atau cara yang bisa dipilih. Jalan kaki, nyewa sepeda, atau naik becak motor (bentor).


Kalau tidak ingin mengeluarkan biaya lagi, Anda bisa memilih jalan santai. Waktu tempuhnya tergantung seberapa santai dan seberapa cepat Anda berjalan. Tapi, menurut Google Maps, jaraknya sekitar 17-20 menit.


Yang kedua, nyewa sepeda onthel. Biayanya cukup bersahabat. Rp 10 ribu per hari. Tapi, Anda tidak bisa boncengan. Karena sepeda di sana sudah didesain hanya untuk satu orang. Terakhir, naik bentor. Dari dermaga ke Jembatan Cinta, tarifnya Rp 20 ribu. Hanya muat untuk dua orang dewasa dengan badan standar. Kami memilih opsi yang terakhir ini. Tidak sampai sepuluh menit sudah tiba di tempat tujuan.


Siang itu matahari sangat terik. Begitu sampai di zona Jembatan Cinta, kami pun bermalas-malasan dulu di gazebo di tepi pantai. Fasilitas Pulau Tidung sekarang lebih bagus dibanding lima tahun lalu. Penjual juga ditempatkan di satu lokasi yang sudah dibangun rapi. Kemajuan.


Setelah makan siang, sekitar pukul 3 sore kemudian kami mulai menyeberangi Jembatan Cinta. Foto-foto tentu tak ketinggalan. Di sepanjang jalan. Melintas di atas hamparan laut yang jernih. Angin laut membuat panas yang masih tertinggal tidak begitu menyengat.


Setelah turun dari jembatan, kami berjalan kurang dari 10 menit untuk sampai di camping ground. Di tepi pantai berpasir putih. Sekitar jam 5 sore kami baru mendirikan tenda. Hari itu tidak banyak orang yang camping. Hanya kami dan satu kelompok lain yang kalau tidak salah beranggota 6 orang.


Oh iya, kalau camping di sini tidak perlu bayar lagi. Anda juga tak perlu takut gelap-gelapan. Karena lokasinya berada di pinggir jalan setapak yang sudah dilengkapi lampu penerangan dengan tenaga panel surya. Camping yang nggak susah-susah amat. Hehe…


Begitu malam datang, keinginan untuk menyeduh kopi pun tak tertahankan. Dan masak-masak untuk makan malam yang sederhana. Dengan suasana yang istimewa tentunya.


Hari itu kami tidak menyempatkan diri untuk menyambangi museum paus sperma atau penangkaran penyu. Kami hanya ingin camping dan melakukan we time. Bermalas-malasan. Santai-santai di pantai. Mungkin di waktu yang lain kami akan mengunjunginya.


Esoknya kami bangun pagi-pagi. Bersih-bersih diri dan packing tenda. Dan bergegas menuju pelabuhan. Pulang ke Jakarta. Kembali ke realitas.


Ke Pelabuhan Pulau Tidung, kami naik bentor lagi. Kami tidak mau sampai ketinggalan kapal. Kapal tradisional dari Tidung ke Kaliadem berangkat jam 9 pagi. Harga tiket dan peron sama dengan berangkatnya. Rp 50 ribu + Rp 2 ribu.


Kalau ketinggalan, pilihannya hanya speedboat agak siangan, atau kapal ekspres. Harganya dua hingga tiga kali lipat dari kapal tradisional.


Ini traveling hemat, jangan biarkan kantong jadi sekarat. (*)


Jakarta, 17-18 November 2019

Comentarios


bottom of page