top of page

Batu Pandang Ratapan Angin, Bertransformasi Jadi Tempat Wisata Mainstream



BATU Pandang Ratapan Angin sudah banyak berubah saat saya dan istri mengunjunginya September 2020. Jauh berbeda saat saya dan saudara main ke sana pada 2017 silam. Kini, lokasi itu menjadi tempat wisata yang mainstream, agak berbeda dengan yang dulu.


Saat sampai di area parkir dekat Dieng Plateau Theater, saya tidak merasa pangling. Masih sama seperti dulu. Tapi, begitu melewati loket tiket masuk, saya merasa ’wah’. Oh iya, untuk masuk lokasi ini, bayar tiketnya Rp 10 ribu per orang. Pada 2017 lalu, saya lupa berapa harga tiket masuknya.


Saya merasa ’’takjub” karena di lokasi ini banyak sekali warung dan spot-spot foto yang sudah berdiri. Ada spot yang gratis, ada juga spot yang harus bayar untuk foto di sana. Untungnya, untuk berfoto di ikon lokasi ini, wisatawan tidak harus membayar. Batu Pandang Ratapan Angin.


Dari titik itu, background fotonya berupa hamparan Telaga Warna dan Telaga Pengilon. Dan lanskap Dieng yang cantik. Namun, kita harus rela antre untuk berfoto si sana. Terlebih jika berkunjung ke sana saat weekend. Kebetulan, kami ke sana hari Sabtu. Rame.


Air telaga bisa berubah-ubah. Kadang hijau tua, kadang abu-abu. Kuning atau berwarna-warni seperti pelangi. Nama Telaga Warna diberikan karena keunikan fenomena alam itu. Fenomena itu terjadi karena air telaga mengandung sulfur yang cukup tinggi. Jadi, saat sinar matahari mengenainya, warna air telaga tampak berwarna-warni.


Telaga Warna berada di ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sayang, karena masih dalam masa virus Covid-19, dua telaga itu masih ditutup saat kami main ke Dieng. Padahal, di telaga itu, banyak juga lokasi yang bisa dieksplorasi.


Misalnya, beberapa gua seperti Gua Semar, Pertapaan Mandalasari Begawan Sampurna Jati. Di depan gua itu, terdapat arca wanita membawa kendi. Gua itu juga memiliki kolam kecil yang airnya dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit dan membuat kulit jadi lebih cantik. Mitosnya begitu.


Ada juga Gua Sumur Eyang Kumalasari dan Gua Jaran Resi Kendaliseto. Selain itu, ada pula Batu Tulis Eyang Purbo Waseso. Gua-gua di sekitar Telaga Warna itu sering dijadikan sebagai tempat meditasi. Itulah yang saya baca di internet. Saya belum sempat mampir ke sana.


Batu Pandang Ratapan Angin merupakan satu titik berupa tebing batu menonjol yang eksotis yang terbentuk dari peninggalan aktivitas vulkanis. Kini, tempat itu sudah dibangun sehingga mirip gardu pandang.


Selain Batu Ratapan Angin, di sekitarnya banyak batu-batu superbesar yang seakan membentuk perbukitan. Di sanalah banyak spot yang dibangun. Spot jembatan kayu dan gardu pandang. Yang berbayar adalah gardu pandang. Salah satunya adalah gardu pandang tertinggi di sana. Di atasnya tumbuh pohon yang diberi nama pohon jodoh.


Tidak ada lagi Jembatan Merah Putih yang keren dan menantang adrenalin saat menitinya. Mungkin karena terlalu berbahaya, jembatan itu sudah tidak ada lagi. Diganti jembatan-jembatan lain yang lebih aman dan kokoh.


Maklum, lokasi ini memang bukan tempat wisata petualangan, tetapi wisata keluarga. Keamanan lebih diutamakan, daripada yang menantang. (*)


Dieng, 19 September 2020

Commentaires


bottom of page