top of page

Pernah Mancing? Berarti Hidupmu Nggak Sia-Sia



PERNAH Memancing? Berarti Hidupmu Tak Sia-sia. Tentu saja itu bukan sekadar judul sebagai formalitas untuk sebuah tulisan. Pemilihan judul tersebut saya lalui dengan proses berpikir yang tidak mudah. Saya harus bersemedi di langit tingkat ketiga (baca: kos lantai tiga), nasi goreng porsi super, dan tentu saja begadang ditemani kopi hitam dan rokok A Mild eceran.


Memancing. Tidak banyak orang yang benar-benar memiliki hobi memancing. Terkadang dari mereka, memancing, hanya dijadikan kegiatan untuk sekadar mengisi waktu kosong. Tapi, ada juga orang yang benar-benar memiliki hobi memancing. Ikan adalah hidup dan seakan-akan tak bisa hidup tanpanya.“Fish, I’ll stay with you until I am dead” tulis Ernest Hemingway dalam The Old Man and the Sea.


Lebih dalam lagi, memancing bukan sekadar hobi, tapi sebuah produk kebudayaan masyarakat. Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.


Dalam memancing kita diajarkan seni melempar umpan, menarik saat strike, atau mungkin melakukan bentuk-bentuk kesenian seperti menari di pinggir tambak sembari menunggu pancingan disambar ikan. Dalam memancing juga terdapat nilai kepercayaan. Ya, meskipun kadang harus menunggu lama dan tak kunjung dapat, kita harus percaya bahwa di dalam tambak atau kolam pancing tersebut memang ada ikannya. Hal itu dibuktikan dengan pemancing lain yang mungkin dapat ikan. Perkara kalian tidak dapat itu hanya perkara keberuntungan.


Kegiatan memancing secara langsung bisa mencerminkan moral seseorang. Pemancing dengan moral yang kurang akan sering mengeluh jika tak kunjung mendapatkan ikan. Kadang ada juga pemaincing yang merasa kesal lantas membalang ikan yang berenang di hadapannya dengan stik pancing. Sebaiknya hal ini diminimalisir. Ada juga pemaincing dengan moral yang baik. Meskipun tak kunjung mendapatkan ikan, ia akan tetap tersenyum meskipun mungkin hatinya menjerit.


Memancing juga memiliki sejarah panjang. Menurut wikipedia, memancing dalam arti menangkap ikan sudah dikenal oleh peradaban manusia sejak zaman dahulu sekitar 10.000 tahun yang lalu. Hal ini terbukti dari peninggalan-peninggalan arkeologi pada goa-goa tua di Eropa bahwa aktivitas penangkapan ikan sudah ada sejak dulu dengan ditemukannya tulang-belulang, mata kail dan gambar serta lukisan pada zaman batu di dalam goa-goa tersebut.


Teknik menangkap ikan mulai beragam pada masa Neolithic sekitar 4.000 – 8.000 tahun yang lalu yang kemudian berkembang menjadi teknik yang lebih modern dan masih dipakai hingga saat ini. Begitu pula dengan cara pengolahan ikan hasil tangkapan, saat ini cara tersebut masih dilakukan dengan teknik yang sama misal pengawetan ikan dengan menggarami atau dengan cara pengasapan.


Dalam perkembangannya (ini sudah menurut saya sendiri, bukan wikipedia), memancing yang awalnya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup perlahan bergeser menjadi sebuah kesenangan hidup. Atau mungkin bagi pemancing mania, memancing adalah hidup itu sendiri. “Memancing bukan sekedar kegiatan rekreatif melepas lelah, atau pelampiasan diri terhadap kekesalan yang hadir silih berganti, Memancing, bagi kami adalah refleksi diri terhadap kesabaran, obsesi, perjuangan meraih cita-cita, berbagi kepada sesama, dan bercermin kepada keagungan Ilahi,”  tulis dalam blog Suara Surabaya Fishing Mania.


Memancing memang memilini nila-nilai yang luhur, seperti kesabaran, optimisme, rendah hati dan kenikmatan. Poin utama dalam kegiatan memancing adalah melatih kesabaran. Poin inilah yang paling diutamakan para pemancing. Di sini kesabaran seseorang diuji apakah bisa bersabar menunggu umpan disambar. Kalau tak bisa bersabar, tentu pemancing akan cenderung ‘gila’ dengan menebar umpan begitu saja, memukul ikan yang berenang mendekat dengan stik, atau ada juga yang menuliskan pesan pada pelampungnya “silahkan makan, gratis!”. (pengalaman teman saya sendiri.


Poin kedua adalah melatih optimisme. Pemaincing harus optimis akan mendapatkan ikan. Hal itu didasarkan pada kenyataan bahwa di tambak/kolam pancing sudah pasti ada ikannya dan pemancing lainnya bisa strike berkali-kali. Perkara anda tak kunjung memperoleh stike itu hanya masalah waktu. Pokoknya tetap optimis! Meskipun waktu sudah mendekati tempat pemaincingan tutup tetaplah optimis, karena pihak pengelola tempat pemaincingan sudah menyediakan ikan jika anda berniat membeli langsung. Ya, daripada malu seharian nongkrong gak dapat ikan.


Poin ketiga adalah melatih rendah hati. Poin ini menjadi tantangan yang juga bisa dibilang berat bagi pemancing. “Cobaan” ini akan datang di kala kita mendapat strike sementara kawan kita tetap sibuk memasang dan melempar umpan berkali-kali tanpa hasil. Jika berhasil melatih rendah hati, anda akan bersikap biasa saja dan tetap memberi semangat kepada kawan yang tak kunjung strike. Tapi, jika tak berhasil melatihnya, maka kata yang keluar adalah, “Cok! goblok! ket mau gak entok-entok!” sambil memamerkan ikan hasil pancingannya. (ini teman kurang ajar, gak salah kalau dijorokin ke tambak).


Poin yang terakhir adalah menikmati hasil. Hasil dari memancing adalah ikan (itu kalau dapat lho ya), dan ini adalah fase paling menggembirakan setelah melakukan perjuangan keras dan pergolakan batin. Bakar…bakar…..! Makan…. makan…..! Itu bukan anarkis kawan, itu sudah takdir sang ikan. “Fish, I love you and respect you very much. But I will kill you dead before this day ends.”


Well, pada akhirnya saya hanya sedikit berbagi info atau sedikit imbauan; jangan meremehkan memancing! Alasannya? beruntung kita berada di Indonesia sehingga bisa memancing dengan bebas. Coba pergi ke Jerman dan memancing tanpa surat izin. Bisa jadi masalah sob! Bagi pemancing di Jerman harus melalui proses Vorbereitungskurs für den Angelschein (red: persiapan kursus untuk mendapatkan SIM) dari Die Staatliche Fischereiprüfung in Baden-Württemberg (red: pemkot urusan ujian SIM wilayah Baden-Württemberg).


Bahwasannya siapa pun pria atau wanita, anak-anak atau manula yang memiliki hobi memancing dan memiliki acara memancing diharuskan memiliki SIM. Persiapan kursus memancing itu memiliki jumlah durasi setidaknya 30 jam yang meliputi pemahaman kalimat dan gambar. Rancangan itu meliputi:


1. Allgemeine Fischkunde mind. 4 Std (segala sesuatu tentang seni memancing selama setidaknya 4 jam). Disini meliputi cerita anatomi dan karakter ikan, zoologie, skema daur alam dan lainnya.


2. Spezielle Fischkunde mind. 4 Std (segala sesuatu yang khusus tentang seni memancing, sekurang-kurangnya 4 jam). Yakni meliputi sistematik, cara penulisan, pengamatan dari ciri-ciri ikan-ikan, lingkungan ikan dan kehidupannya, macam-macam ikan yang berbahaya dan lain-lain.


3. Gewässerökologie und Fischhege mind. 8 Std (okologi air dan tempat ikan, +8 jam). Yaitu mengenai air, tanaman air, hewan air, indikator, air yang bio sebagai air yang tepat untuk ikan, macam-macam jenis air (tawar, asin, payau), macam-macam penyakit ikan karena air (kanker kulit dll), kematian ikan karena air dan seterusnya.


4. Gerätekunde, Fangtechnik und Behandlung und Verwertung von Fischen (Theoretische Ausbildung mind. 3 Std., Praktische Ausbildung – Fanggeräte, Gebrauch mind. 4 Std., Behandlung gefangener Fische – Versorgen und Verwerten mind. 2 Std.). Alat-alat memancing, cara memancing dan perawatan alat dan perkiraan memancing ikan, dimana kursus teori minimal 3 jam, praktek memancing dan usai memancing selama kira-kira 4 jam, cara menarik ikan dari kail hingga pelepasan selama kurang lebih 2 jam).


5. Gesetzeskunde mind. 5 Std (red: hukum memancing, minimal 5 jam). Dibahas tentang peraturan dasar yang harus diperhatikan para pemancing saat memancing dan masih banyak lagi.


Jika nomer satu hingga lima telah dijalani dengan masa wajib total 30 jam itu, peserta mendapatkan sebuah kartu SIM. Fiuhhhhh….. I Love Indonesia. (*)


-Salam Tambak-

Comentarios


bottom of page