Kelinci dan Ingatan Masa Kecil yang Isinya Main-Main Saja
- budiawanagus
- May 11
- 3 min read

ADA rentang waktu tertentu di masa kanak-kanak kami memiliki kelinci. Kami, teman sekelas sewaktu SMP, sudah lama tahu kalau ada peternak kelinci di desa seberang. Info dari mulut ke telinga. Dari satu orang ke banyak orang. Dan sampailah info itu ke telinga kami. Menjadi obrolan ringan dan singkat di kelas atau saat jam istirahat sekolah. Yuk, kita beli.
Kami pun kompak janjian pergi ke desa itu dengan mengayuh sepeda. Untuk membeli kelinci. Jaraknya tidak sampai 10 menit ditempuh dengan sepeda. Wush…
Dulu kami tidak tahu jenis kelincinya. Penampilannya putih bersih. Kecil. Imut. Harga anakannya sekitar Rp 5.000 sampai Rp 15.000. Dulu sekali. Setelah dewasa saya baru tahu jenisnya New Zealand. Dan harganya saat ini sekitar Rp 50 ribu-Rp 65 ribu. Yang kecil. Yang indukan bisa seharga Rp 170 ribu-Rp 400 ribu. Sekarang saya juga sedikit banyak tahu jenis kelinci. Dari yang lokal di harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah untuk kelinci ras.
Dulu, kelinci bermata merah yang masih seharga seporsi nasi pecel ayam itu sudah sangat berharga. Masing-masing dari kami biasanya memiliki satu kelinci. Paling banyak dua kelinci. Punya satu atau dua tidak menandakan strata ekonomi atau apa pun. Karena rata-rata kami berasal dari keluarga dengan background yang mirip-mirip. Punya satu, dua, atau lebih kelinci hanya menunjukkan kamu telaten memeliharanya atau tidak. Itu saja.

Setiap pulang sekolah kami janjian untuk menggembala kelinci ke ladang. Atau ke lahan tak produktif yang ditumbuhi rerumputan dan gulma. Makanan kesukaan kelinci adalah rumput kate mas (Euphorbia heterophylla). Rumput liar yang banyak tumbuh di ladang atau pekarangan rumah.
Kelinci-kelinci kami mengunyah rumput yang memiliki banyak getah itu dengan lahap. Nah, salah satu yang menarik, bagi saya, dari kelinci adalah saat makan. Mereka mengunyah dengan cepat dengan gerakan rahang yang konstan. Tampak nikmat sekali.
Meski begitu, kelinci yang kami pelihara tidak pernah bertahan lama. Mati kurang dari sebulan. Atau paling lama dua bulan. Kekebalan tubuh kelinci anakan tidak terlalu bagus. Sangat rentan terserang penyakit. Dari flu sampai kembung/diare. Dua penyakit mematikan di dunia perkelincian. Bahkan untuk kelinci dewasa sekalipun.
Salah satu pemicu kembung atau mencret pada kelinci adalah pakan yang segar plus memiliki banyak getah. Kelinci memang akan makan rumput segar dengan lahap. Tapi, saya baru tahu kalau hal itu terlarang. Pakan, baik rerumputan atau dedaunan, harus didiamkan atau dilayukan dulu sebelum diberikan ke kelinci. Itu saya baru tahu sekarang.
Karena itu kelinci kami tidak pernah bertahan lama. Lantaran kami sering memberi makan pakai rumput kate mas. Rumput/tanaman yang memiliki banyak getah. Dalam kondisi masih segar.

Pengetahuan itu saya dapat setelah keinginan untuk memelihara kelinci tumbuh lagi. Mengulang masa kecil dulu. Tapi, saat dewasa, kebahagiaan saat memelihara kelinci tidak sama lagi. Waktu kecil, motivasi kami hanya untuk senang-senang. Melihat kelinci bermain-main dengan lincah dan makan dengan lahap, kami bahagia. Begitu kelinci sakit, ya sudah. Anggap saja takdir. Kematian pun begitu. Tidak ada sedih- sedihnya ketika kelinci mati. Hanya sedikit bergumam, “yah”, lalu sudah.
Kini, begitu tahu kelinci sakit, sedikit kikuk dalam memberikan penanganan. Meskipun sebelum membeli kelinci sudah belajar segala hal tentang si telinga besar lewat video-video di YouTube para peternak dan penghobi , toh saat dihadapkan pada situasi saya harus menanganinya secara langsung berbeda ceritanya.
Alhasil, satu kelinci saya wassalam. Seminggu lebih flu, ditambah diare yang akhirnya menutup usianya. Mungkin arwahnya sekarang sibuk bekerja mengaduk moci di bulan. Hehe…
Sewaktu kecil dulu, setelah kelinci mati, kami biasanya beli lagi. Minimal sekali lagi. Begitu mati lagi, kami beli peliharaan jenis lain. Ikan kipas atau ikan cupang, misalnya. Tren hewan peliharaan kami ciptakan sendiri. Silih berganti.
Tidak ada kesedihan. Tidak ada pikiran untuk balik modal beli. Ya, namanya anak-anak. Isinya hanya main-main saja. (*)



Comments